HousingEstate, Jakarta - JAKARTA, Housing-Estate.com – Pengamat properti Ali Tranghanda menilai upaya Kementerian Perumahan Rakyat menaikkan patokan harga rumah bersubsidi dari Rp88 juta – Rp145 juta per unit tahun 2012 menjadi Rp105 juta – Rp165 juta per unit tahun 2014 tidak akan berhasil menarik developer untuk beramai-ramai membangun rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah MBR). “Saya yakin meski harga patokannya sudah dinaikkan, developer tidak banyak yang tertarik,” katanya.
Apalagi di Jabodetabek yang harga tanah mentahnya sudah sangat tinggi. Di Tigaraksa (Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten) saja yang jaraknya sekitar 30 km dari Jakarta rata-rata sudah Rp300 ribu per m2, sementara untuk rumah bersubsidi di Jabodetabek yang dipatok Rp115 juta per unit harga pembebasan tanahnya harus berkisar Rp150 ribu-Rp200 ribu per m2.
Karena secara bisnis tidak masuk, sejumlah pengembang menambahkan biaya peningkatan mutu di price list (daftar harga). Misalnya, harga rumah Rp115 juta ditambah biaya peningkatan mutu Rp20 juta. “Itu syah-syah saja dilakukan developer,” katanya. Hanya konsumen yang benar-benar hanya mampu beli rumah Rp115 juta seperti yang diinginkan pemerintah, menjadi tidak mampu membelinya.
Untuk menambah daya beli konsumen, Ali mengusulkan agar dana Prasarana Sarana Dasar dan Prasarana Umum (PSDPU) yang disalurkan Kementerian Perumahan Raykat kepada para developer yang membangun rumah bersubsidi yang besarnya Rp4,2 juta per unit dialihkan untuk subsidi uang muka. Joy