Joe “Street Fighter” Kamdani Sukses Tanpa Harus Menipu

The street fighter
Ia menyebut tipe perusahaannya the street fighter, karena didirikan orang yang tak punya apa-apa kecuali kemauan untuk belajar, visi dan imajinasi, kerja keras, keuletan, dan teguh memegang amanah. Untuk mengisi toko ia mengambil barang dari berbagai perusahaan yang produknya dulu ia jajakan secara konsinyasi. Perusahaan besar seperti PT Tato di Jl Juanda, PT Jasta dan PT Sari Agung di Kwitang itu memercayainya. Kenapa?
“Because they trust me. Mereka tahu siapa saya. Amanah mereka saya jaga betul. Kalau barang sudah laku, duitnya langsung saya bayarkan. Dari situ saya memupuk modal kecil-kecilan,” jawab Joe. Pada 1975 ia meningkatkan badan hukum usahanya menjadi PT. Karena nama Matahari sudah dipakai orang lain, ia menamainya PT Matahari Alka, kependekan alat-alat kantor. Kini nama itu dipakainya untuk nama pabrik sheet metal yang memproduksi perabotan kantor di Cikarang (Bekasi).
Dengan feeling perusahaan akan makin berkembang dan tidak hanya memasarkan peralatan kantor, ia berupaya mencari nama yang mampu menampung skala bisnis yang lebih luas. Pilihan nama harus gampang diingat, diidentifikasi, dan menimbulkan persepsi yang tepat pada konsumen. Pada 1979 didapatlah Datascrip. “Nama ini cenderung diasosiasikan dengan perusahaan data, informasi, dan manajemen. Itulah yang kita kehendaki,” ujarnya.
Ia menjalankan manajemen yang dinamis untuk membesarkan Datascrip dari sebuah toko menjadi perusahaan marketing dan distribusi produk kantor terkemuka. Untuk itu secara otodidak ia belajar manajemen dan kepemimpinan melalui bacaan, serta pertemuan dengan para pelanggan, relasi, dan pemasok di dalam dan luar negeri.
Pada 1972 misalnya, ia memulai serangkaian perjalanan ke Eropa dan Amerika Serikat selama dua bulan untuk melihat pameran produk kantor, sekaligus menjalin hubungan langsung dengan para produsennya. Kejujuran, panjang akal, dan rasa percaya diri yang tinggi membuat para produsen itu memercayainya meskipun usahanya baru seumur jagung. Canon, Sanyo, Stabilo, Mutoh, Ideal, Microsoft, Acer, dan Compaq adalah sebagian kecil dari produsen itu.
Intrapreneurship
“Tak ada yang mau menggendong Anda naik ke tingkat atas. Anda sendiri yang harus berupaya menaiki tangga itu,” katanya. Ia menyusun manajemen dan organisasi Datascrip sesuai perkembangan perusahaan dan teknologi peralatan kantor. Karena itu slogan perusahaannya berubah dari masa ke masa.
Saat masih bernama PD Matahari, semua masih ditangani sendiri, dengan relasi dan visi masih terbatas, slogannya sederhana: the stationery shop. Setelah mulai dibantu anak buah, badan hukum perusahaan menjadi PT, dan nama berubah menjadi Datascrip, slogannya Datascrip-office system.
Saat jumlah barang yang dipasarkan makin bervariasi, jumlah karyawan makin banyak dengan pembagian kerja makin tegas, slogannya Datascrip-system for business (1987). Terakhir pada 2002 slogan itu berubah menjadi Datascrip-one stop business solutions setelah perusahaan mampu menyediakan semua kebutuhan kantor dalam satu atap.
Joe mengelompokkan produk yang dipasarkannya dalam tujuh divisi: Canon, office furniture and filing system, surveying instrument and engineering, multimedia presentation system, stationary and office automation, microsoft business solutions, dan service. Setiap divisi dikelola sebagai sebuah profit center (strategic business unit) seperti layaknya sebuah perusahaan.
Jadi, manajer divisi berlaku seperti seorang pengusaha, mendapat bagian keuntungan, namun tidak mengeluarkan modal sendiri dan menanggung risiko. Ia menyebutnya dengan intrapreneurship. Agar mereka berhasil, Joe membuat berbagai sistem dan panduan. “Saya train mereka. Saya ajarkan pengalaman saya menjual. Saya tulis puluhan guide book. Saya ingin perusahaan berhasil di atas keberhasilan dan bukan penderitaan karyawan. Ini yang saya sebut succeed above success,” tutur peraih nominasi Entrepreneur of The Year 2002 dari Ernst & Young itu.
Kini kendali perusahaan dengan tujuh cabang dan 1.000 lebih karyawan itu sudah diserahkannya kepada putranya Irwan Kamdani. Joe sendiri memosisikan diri sebagai chairman atau presiden komisaris. Apa itu chairman? “Chairman itu artinya penjual kursi,” jawabnya terbahak. Yoenazh K Azhar, Samsul A Nasution
Make Fun and Fund
Semangat jalanan sudah diakrabi Joe sejak kecil. Masih di SD ia berjualan kue buatan ibunya atau tetangga. Kue ditaruh dalam tanggok beralas kertas dan ditutup kertas koran. Dengan tanggok di kepala itu ia berjualan hingga Jl Kenanga dan kawasan Senen. Ia puas kalau kuenya habis.
Joe juga suka berkeliling mengumpulkan bohlam yang sudah putus. Waktu itu harga bohlam sangat tinggi dan susah didapat. Dengan mengetrik kawat pijarnya yang sudah putus ke dalam lubangnya, bohlam itu bisa hidup kembali asal terus menyala.
Ia juga bisa memperbaiki kepala lampu yang copot dengan menempelkannya kembali memakai kapur sirih dicampur gambir dan gula yang dihaluskan. Bohlam-bohlam itu dijualnya dengan harga murah kepada seorang tauke. “Duitnya saya belikan bola sepak,” katanya.
Menginjak sekolah menengah, Joe menjual upet (sabut kelapa yang dililitkan di sekeliling belahan bambu, dibakar untuk mengusir nyamuk), membantu pamannya berjualan rokok, menjual minyak untuk lampu becak dan sepeda, sampai membantu di bengkel sepeda.
Di sekolah Joe suka berkelahi demi mempertahankan pendirian atau bila merasa dihina. “Berantemnya satu lawan satu. Lawan saya biasanya lebih besar dan aku kalah. Tapi, setelah itu mereka tidak kurang ajar lagi, bahkan jadi teman,” katanya. Saat menjadi salesman ia pernah memukul seorang pemilik pabrik yang meremehkan tenggat penyelesaian ordernya.
Hobinya pun keras: ski air, ski es, sky diving, diving, berselancar, dan bungy jumping. Hobi itu pernah membuatnya mati suri, otot bahu putus, hanyut terbawa arus laut hingga subuh, dan jari putus digigit ikan trigger. “Perusahaan asuransi jiwa langsung mundur begitu tahu hobi saya,” katanya.
Hobi keras itu diimbanginya dengan makan enak, menenggak Martini dan wine. Joe tercatat sebagai anggota Chain de Rottiseur, klub elit orang-orang yang suka makan dengan menu-menu khusus disertai anggur pilihan. “Hidup ini panggung sandiwara. Aku menikmati segala bagian dari hidup ini dengan make fun and fund,” ujarnya.
Sumber: Majalah HousingEstate
atau
Unduh versi digitalnya WayangForce, Scoop & Scanie.