HousingEstate, Jakarta - Thamrin City, pusat perbelanjaan beragam produk tekstil di kawasan Kebon Kacang, Jakarta Pusat, yang cukup ramai dan sohor ternyata menyisakan ribuan kios kosong. Dari tujuh lantai hanya tiga lantai pertama yang terisi penuh. Lantai empat dan lima tampak senyap, hanya kios-kios di dekat eskalator yang terisi. Lantai-lantai di atasnya tidak ada aktifitas bisnis sama sekali. Semua eskalator menuju lantai itu dimatikan. Paling riuh lantai satu dan dua, lantai tiga kendati penuh pengunjungnya sepi.

Di tiga lantai terbawah jumlahnya kiosnya kurang lebih 2.243 unit, terbanyak di lantai dasar 1.080 unit. Dengan kondisi seperti ini  berarti masih ada ribuan kios kosong menunggu penyewa atau pembeli.

Pusat perbelanjaan yang dibangun di area superblok seluas 13,6 ha ini sebenarnya cepat menyedot minat konsumen. Lokasinya strategis sekitar 300 meter dari Bundaran Hotel Indonesia (HI) persis di belakang Hotel Grand Indonesia dan Grand Hyatt. Suasananya juga lebih nyaman dan tertata. Pusat perbelanjaan ini juga dilengkapi hotel untuk penginapan orang-orang yang berbelanja dari luar daerah.

Thamrin City dibangun oleh beberapa perusahaan swasta dan BUMD, diantaranya PT Jakarta Realty (JR) dan PT Jakarta Megah Perkasa (JMP), anak usaha Agung Podomoro Group (APG). Dari area 13,6 ha, Thamrin City sendiri menyita lahan seluas 6 ha. Fasilitas ini dibangun sebagai pusat grosir busana dan tekstil untuk membagi beban pusat tekstil di Tanah Abang yang sudah terlalu padat.  Kiosnya sebanyak 7.600 unit seluas 550 ribu m2. Ukuran kios standar rata-rata 4,2 m2 (sekitar 2×2 m). Kosumen yang ingin berdagang bisa membeli atau menyewa baik dari developer maupun dari tangan kedua.

Ali, staf pemasaran JMP, mengatakan, total unit yang dikuasai perusahaannya sekitar empat ribuan kios dan saat ini tersisa 379 unit. Ia menawarkan harga Rp499 juta untuk satu unit kios di lantai dasar.  Kalau ada yang mau menyewa tarifnya Rp4,5 juta per tiga bulan ditambah deposit Rp1 juta. “Tapi lokasinya tidak bisa milih karena lokasi yang bagus sudah dimiliki tenant.  Kalau membeli atau menyewa dari mereka harganya pasti lebih mahal dari kita,” katanya.

JR menyewakan kiosnya lebih murah, Rp5 juta per enam bulan ditambah deposit Rp1 juta. Yang tertarik membeli, dia menawarkan kios di lantai dua seharga Rp480 juta. Yeni, penyewa kios di blok F lantai 5 mengaku membayar Rp30 juta untuk menyewa selama satu tahun. Dulu dia menyewa kios di lantai bawah Rp50 juta/tahun kemudian naik terus hingga Rp70 juta/tahun. Merasa terlalu mahal Yeni lari ke lantai 5 dengan harga sewa lebih murah.

“Tempatnya memang lebih sepi walaupun sekarang mulai ramai. Kalau sewa di bawah ada yang sampai Rp150 juta per tahun. Pedagang yang menggelar dagangan di depan kios yang tutup sewanya Rp3 juta per bulan,” jelasnya.

Kendati banyak kios kosong, Ali mengatakan bahwa prospek bisnis di Thamrin City masih cerah. Ia menyarankan untuk tes pasar dengan meyewa kios beberapa bulan. “Sewanya kan murah banget, nanti dilihat kalau oke bisa beli kios,” katanya. Yudis