HousingEstate, Jakarta - Kasus-kasus kecelakaan yang melibatkan penghuni apartemen baik sengaja atau tidak  makin sering terjadi. Paling baru seorang bocah 7 tahun jatuh (menjatuhkan diri) dari lantai 19 apartemen Laguna, Penjaringan, Jakarta Utara. Sebelumnya juga terjadi beberapa kasus bunuh diri dengan melompat dari apartemen.

Kasus terbaru itu mengundang banyak pertanyaan tentang aspek keamanan tinggal di apartemen. Pembangunan apartemen selama ini lebih menonjolkan soal kemewahan, fasilitas, dan keamanan dari infiltrasi dari luar. Yang luput dari perhatian adalah keamanan internal, termasuk bagaimana kelayakan teknis untuk mencegah agar orang tidak jatuh atau sengaja jatuh dari apartemen.

Menurut Ahsanul Haq, Principal Adab Sthapati, biro arsitek di Jakarta, setiap jendela atau bukaan apartemen sebaiknya dipasang teralis. Terlebih bagi yang memiliki anak kecil, balkon harus diberi railing cukup tinggi dan pagar lebih rapat. Tinggi railing balkon 90-120 cm agar tidak bisa dijangkau anak-anak dan bisa menjaga orang dewasa yang hilang keseimbangan “Teralis itu untuk mencegah anak meloncat, tentu bukan teralis mati tapi yang bisa dibuka sehingga tetap bisa untuk evakuasi ketika terjadi kebakaran,” kata Ahsanul kepada housing-estate.com di Jakarta, Senin (5/5).

Selain itu penempatan furnitur di apartemen juga perlu mendapat perhatian. Misalnya jangan menempatkan furnitur dekat jendela. “Anak-anak rasa penasarannya sangat tinggi, jauhi furnitur dari jendela yang membuat mereka bisa memanjat ke jendela,” kata Sigit Antoro, arsitek dari Jingga Saffron Interior Design Jakarta.

Selain aspek aspek arsitektur, terang Ahsanul, kasus-kasus kecelakaan di apartemen juga dipicu persoalan sosial. Para penghuni mengalami tekanan fisik dan psikologis cukup kuat karena mereka yang terbiasa tinggal di rumah biasa, ada tanah, tiba-tiba tinggal di hunian vertikal dengan beragam aturan. Menurut Ahsanul, tekanan psikologis itu dapat lepas di tempat-tempat terbuka yang banyak pepohonan atau tanaman. Karena itu keberadaan taman dengan aneka tanaman yang indah di lingkungan apartemen sangat penting. “Fungsinya bukan hanya sebagai estetika tapi sebagai tempat untuk melepaskan stres dan tekanan psikis,” katanya.

Ia menyoroti pendekatan pemerintah dalam pembangunan rumah susun bersubsidi yang hanya menggunakan parameter harga tanpa memikirkan aspek sosial ketika itu menjadi sebuah keramaian dan komunitas besar. Pendekatan tersebut akan membuat orang tertekan dan menjadi agresif, bahkan posesif. “Untuk itu perlu regulasi yang mengatur keberadaan RTH privat untuk warga rumah susun selain RTH bersama untuk lingkungannya,” ujarnya.

Ahsanul menceritakan, tahun 1970-an di Jerman Jerman pernah terjadi blok-blok apartemen dihancurkan karena dianggap gagal secara sosial. Penghuninya cenderung tidak lagi berjiwa sosial, agresif, dan angka kriminalitas meningkat.  Dalam kasus ini yang disalahkan arsitekturnya, makanya era ini disebut the death of modern architecture.

Era matinya arsitektur modern ini karena arsitektur hanya didasarkan pada pemenuhan kebutuhan ruang tanpa diimbangi fungsi sosial dan estetik. Untuk mengejar kebutuhan ruang porsi untuk fungsi sosial, seperti ruang terbuka, ruang bersama, dan tempat berinteraksi dikalahkan. Niza/Yudis