Sabtu, Oktober 25, 2025
HomeBerita PropertiGhofar "Relife" Nazila, Developer Pantang Serakah

Ghofar “Relife” Nazila, Developer Pantang Serakah

Bagaimana Anda mencari pasar?

Saya orang yang suka berteman. Saya anti punya musuh. Semua itu membantu. Pada masa-masa awal ke mana-mana saya bawa brosur. Saat resepsi pernikahan adik saya, saya tahu kawan-kawan saya dan kawan-kawan dia akan datang. Dia kan kerja di perusahaan oil and gas. Brosur itu saya bagikan. Hasilnya masuk banyak penjualan. Saya juga menjalankan marketing konvensional, beriklan di surat kabar, internet. Dari situ juga dapat konsumen. Setelah perusahaan makin besar kita merekrut awak pemasaran in house.

Tidak seperti remaja dan anak muda pada umumnya, Ghofar berpembawaan tenang dengan orientasi hidup religius dan lurus. Selain hasil didikan di rumah, sikap itu juga terbentuk dari aktivitasnya di lembaga dakwah kampus selain menjadi bendahara RT dan pengurus masjid.

“Di lembaga itu kita membangun paradigma, visi hidup, cita-cita, nilai-nilai. Sejak kuliah saya sudah merencanakan hidup saya. Mau begini, bikin itu dan ini. Persis kayak anak muda di film “Ketika Cinta Bertasbih” itu. Sementara di bidang arsitektur mimpi saya menghimpun Islamic architecture heritage,” tuturnya.

Contoh, ketika tahu akan sekolah di Malaysia, ia langsung mengkaji apakah akan berangkat masih bujangan atau sudah beristri. Waktu itu dia baru 23 tahun. “Kalau masih bujangan godaannya pasti banyak. Karena itu saya putuskan menikah dulu,” ujarnya. Jadi, lulus Februari 2005, menikah Mei dan akan berangkat ke UTM akhir Oktober.

Jangan heran citra “alim” sudah melekat pada Ghofar sejak kuliah termasuk di mata dosennya Prof Gunawan. Karena itu sang profesor surprise saat diberi tahu, bahwa bekas asistennya itu sudah menjadi developer sukses. “Saya kira dia jadi kiyai, ternyata kapitalis juga, ha..ha..ha,” guraunya.

Kenapa menamakan perusahaan Relife?  

Silahkan diartikan bebas. Relife itu bisa berarti hidup lagi, dari terpuruk menjadi sukses, dari tidak punya orientasi menjadi jelas orientasinya dan seterusnya. Saya dan dua dua teman di awal itu yang memberi nama. Saya tidak mau nama itu diganti karena punya nilai sejarah.

Sejak kapan memakai identitas green?

Sejak di Juanda. Kita tahu itu common value tapi kita ingin konsisten di situ sehingga menjadi ciri khas. Kita berupaya menerapkannya sesuai skala pengembangan proyek. Misalnya, di Juanda yang hanya 3.000 m2 kita adakan penghijauan dan kanal resapan. Pada lahan yang lebih luas kita adakan juga fasilitas seperti club house dan musala. Fasilitas ini bukan cost centre tapi marketing centre, pengadaannya harus mempercepat penjualan. Desain rumah juga kita pilih modern tropis yang ada teritisan, plus aksen bata merah ekspos yang kita produksi sendiri. Cocok dengan iklim tropis, dilihat juga enak. Pilihan desain itu diambil karena kita ini kecil. Jadi, harus ada keunikan yang mudah diidentifikasi pasar. Tidak ikut-ikutan tren yang sekarang dikuasai model minimalis. Ternyata pasar merespon dengan baik. Proyek kita 1,5 – 2 tahun sudah tuntas. Penjualannya rata-rata hanya setahun.

Berita Terkait

Ekonomi

Trump Suka-Suka Bikin Kebijakan, Rupiah Kian Melemah

Presiden AS Donald Trump dengan kebijakan suka-sukanya, masih menjadi...

Pertumbuhan Ekonomi Digital Jakarta Tercepat di Asia Tenggara

Posisi Jakarta kian kuat sebagai salah satu ekonomi digital...

September Jumlah Uang Beredar Kian Besar. Tanda Ekonomi Terus Membaik?

Uang beredar adalah indikator aktivitas ekonomi. Kenaikan atau penurunan...

Bunga Masih Tinggi, Penyaluran Kredit Stagnan, Kredit yang Belum Dicairkan Besar

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyatakan, penurunan BI-Rate 150...

Berita Terkini