HousingEstate, Jakarta - Perusahaan yang sama-sama punya pengaruh kuat di pasar, ketika mereka mengambil strategi untuk saling mengungguli, boleh jadi justru mereka sama-sama terjerembab dalam keuntungan yang lebih rendah. Berikut ilustrasinya. Developer A dan developer B – dua developer yang punya pengaruh kuat di pasar – bersaing di pasar yang sama. Membangun 800 unit ruko akan menghasilkan keuntungan Rp40 miliar, dengan catatan semua ruko habis terserap pasar dalam satu periode. Itu yang kemudian dilakukan developer A, membangun 800 unit ruko. Ternyata, dalam waktu bersamaan developer B melakukan hal yang sama, membangun 800 unit ruko. Dalam hal ini developer A tidak mengetahui bahwa developer B akan melakukan hal demikian, begitupun sebaliknya developer B. Bukannya mendapat untung Rp40 miliar, dua developer ini masing-masing hanya memperoleh Rp25 miliar (karena masing-masing membangun 800 unit, menyebabkan pasar kelebihan pasokan). Kalau saja sebelumnya mereka mau saling membuka rencana strategi, kemudian berkompromi, maka dua developer ini dapat berbagi pangsa pasar, dengan masing-masing cukup membangun 600 unit, dan memperoleh keuntungan Rp30 miliar (sayangnya, mereka tidak melakukan ini).
Sebenarnya ada empat pilihan kemungkinan dalam ilustrasi di atas. Pertama, Developer A membangun 800 unit dan developer B hanya 600 unit. Mereka akan memperoleh keuntungan: developer A Rp35 miliar, developer B Rp22 miliar. Kedua, kebalikan dari yang pertama, Developer A membangun 600 unit, developer B membangun 800 unit. Keuntungan developer A Rp22 miliar, developer B Rp35 miliar. Ketiga, kedua developer sama-sama membangun 600 unit. Keuntungan samasama Rp30 miliar. Keempat, kedua developer samasama membangun 800 unit. Keuntungan sama-sama Rp25 miliar.
Oleh karena ketika akan memutuskan strategi, masing-masing pihak tidak mengetahui secara pasti strategi apa yang akan diambil oleh lawannya, maka kecenderungannya tidak ada dari mereka yang mau memilih membangun dalam unit yang lebih rendah (600 unit). Jika memutuskan demikian mereka berpikir akan mendapatkan keuntungan lebih rendah dari lawannya. Dan kenyataannya tidak ada dari dua developer itu yang rela jadi nomor dua. Masing-masing ingin yang terunggul.
Demikianlah, kompetisi ini berakhir pada satu titik: sama-sama membangun jumlah terbesar 800 unit. Titik ini disebut Nash equilibrium (keseimbangan Nash), mengabdikan nama John Nash (1951) – pemenang Nobel Prize di bidang ekonomi dan matematika – yang mengetengahkan game theory ini. Satu titik situasi yang sama-sama tidak menguntungkan (membangun 800 unit, tetapi keuntungan lebih rendah dari jika samasama membangun 600 unit).
Kenapa mereka tidak kompak saja dari awal, samasama membangun 600 unit? Jawabnya: mereka saling tidak percaya. Bisa saja dari awal sepakat, tetapi siapa bisa jamin ditengah jalan tidak ingkar, begitu masing-masing berpikir. (Coba Anda analogkan kesepakatan semacam ini dengan OPEC misalnya. Apakah kesepakatan antar negara itu mulus?).
Apa yang terjadi pada developer A dan developer B di atas adalah prisoner’s dilemma game (dilema para terdakwa), salah satu type dalam game theory. Dua orang melakukan kejahatan bersama yang kemudian menjadi terdakwa dengan ancaman hukuman satu tahun penjara. Polisi menginterogerasi terdakwa 1. Disampaikan kepadanya bahwa polisi akan membebaskannya dari semua tuduhan dengan catatan si terdakwa 1 mau mengungkap lebih jauh kejahatan lain terdakwa 2. Prisoner’s dilemma: dia dihadapkan pada pilihan, tutup mulut (dengan resiko tetap dihukum satu tahun) atau buka mulut (dia bebas, tetapi temannya bakal dihukum lebih berat, menjadi tiga tahun). Dengan harapan terbebas dari semua tuduhan, terdakwa 1 memilih buka mulut. Ternyata, pada saat yang sama di ruang terpisah tanpa sepengetahuan terdakwa 1, kepada terdakwa 2 juga ditawarkan imingiming yang sama sebagaimana disampaikan kepada terdakwa 1. Tentu Anda bisa tebak apa yang terjadi, terdakwa 2 juga buka mulut. Hasilnya, alih-alih bebas dari hukuman, kini mereka berdua sama-sama terancam hukuman lebih berat: tiga tahun penjara.
Semoga kita dapat mengatasi dilema dengan mengambil keputusan yang lebih baik dari yang telah dilakukan developer A atau B. Juga, semoga kita bukan salah satu dari dua orang contoh terakhir.
Sumber bacaan: David M. Kreps, 1990, A Course in Microeconomics Theory, Princeton University Press,
New Jersey.