HousingEstate, Jakarta - Warga Jakarta dan sekitarnya (Jabodetabek) dapat kabar buruk soal lalu lintas di Ibukota. Masalah kemacetan yang menguras waktu, energi, dan bahan bakar sulit untuk diurai. Salah satu penyebabnya rasio jalan di Jakarta tidak sebanding dengan pertumbuhan kendaraan. Rasionya terlalu kecil hanya 7,1 persen dari luas wilayah Jakarta yang mencapai 661 km2. Sementara jumlah mobil rata-rata bertambah 300 unit dan motor 1.000 motor per hari.
Kendati dua tahun terakhir rasionya bertambah tapi peningkatannya tidak signifikan. Menurut Juaini Yusuf, Kepala Bidang Jalan Dinas Pekerjaan Umum (PU) DKI Jakarta, tahun 2012 rasio jalan di Jakarta 6,2 persen atau meningkat 0,9 persen dalam dua tahun. “Sudah ada kenaikan kendati belum signifikan. Paling menonjol dari pembangunan ruas jalan layang non tol Antasari-Blok M dan Kampung Melayu-Tanah Abang,” ujar Juaini di Jakarta, akhir pekan lalu.
Menurut Juaini, peningkatan rasio jalan itu sulit dipenuhi karena pembebasan lahan untuk pembangunan jalan di Jakarta sangat sulit. Salah satu upaya yang ditempuh Pemprov DKI Jakarta untuk menambah rasio jalan adalah pembangunan enam ruas jalan tol dalam kota. Proyek senilai Rp49,4 triliun itu terbagi dalam empat tahap. “Targetnya tol ini selesai tahun 2022. Selesainya jalan tol ini akan menambah jalan di Jakarta sepanjang 69,7 km,” katanya.
Pembangunan tahap pertama ruas Semanan-Sunter (20,2 km) dengan nilai investasi Rp9,76 triliun dan koridor Sunter-Pulogebang (9,4 km) senilai Rp7,3 triliun. Tahap kedua ruas Duri Pulo-Kampung Melayu (12,6 km) yang menelan investasi Rp5,9 triliun dan koridor Kemayoran-Kampung Melayu (9,6 km) senilai Rp6,9 triliun. Tahap ketiga, koridor Ulujami-Tanah Abang (8,7 km) senilai Rp4,25 triliun, dan terakhir koridor Pasar Minggu-Casablanca (9,1 km) dengan investasi Rp5,71 triliun. Yudis