Budi Pradono Kemerdekaan Arsitek Sejari Kelingking

Bagaimana seorang arsitek mengolah ide kreatifnya? Arsitek Budi Pradono (39) memaparkannya dalam pameran tunggal bertajuk “In Process”. Ia mengundang guru besar arsitektur UI Gunawan Tjahjono, Direktur Museum Mandiri Hirman Setiawan, dan pejabat Kementerian Perdagangan membukanya.

Ini kali kedua pria kelahiran Salatiga, Jawa Tengah, itu menggelar pameran tunggal. “Usaha ini sangat tidak mudah karena berbeda dengan di negara maju, di Indonesia pameran tunggal umumnya mengangkat seni murni bukan arsitektur,” kata lulusan arsitektur Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta itu.

Melalui pamerannya Budi menceritakan proses kreatif arsitek yang berliku dan penuh kompromi sebelum melahirkan sebuah karya. Ia menguraikannya melalui berbagai dokumen berupa sketsa gambar, film, maket, dan catatan-catatan harian seperti artefak saat menggarap 13 proyek rumah tinggal, vila, kantor dan restoran di Indonesia dan luar negeri.

Kenyataannya memang tidak mudah. Kalau seniman bisa merdeka dengan karyanya, seorang arsitek harus merealisasikan gagasan berdasarkan komunikasi dan kompromi dengan klien sesuai imajinasi mereka tentang ruang, bentuk bangunan, material dan lain-lain. Karena itu, menurutnya, arsitek perlu jam terbang tinggi seperti pilot, nafas panjang seperti pelari maraton. Ia harus berlari beberapa putaran guna mencapai kesepahaman dengan klien dan kompromi teknis dengan ahli struktur.

“Kemerdekaan arsitek akhirnya tinggal sejari kelingking dibanding ide awalnya yang sebesar awan di langit,” katanya. Sedihnya orang kebanyakan juga sukar memahami kesulitan arsitek itu. Seorang jurnalis yang hadir dalam acara misalnya, mengaku tidak mengerti apa yang ingin disampaikan Budi melalui pamerannya. Karena itu sangat dinanti pameran tunggal serupa dari arsitek lain. Diyah

Sumber: Majalah HousingEstate