Lakukan sebisanya, tidak harus 100 persen green.

HousingEstate, Jakarta - Pada dekade terakhir kesadaran masyarakat tentang lingkungan hidup, khususnya dalam bidang arsitektur, meningkat tajam. Gerakan hijau ini berkembang pesat, tidak sekedar melindungi sumber daya alam, tetapi sudah ke tahap implementasi efisiensi penggunaan energi dan meminimalisir kerusakan lingkungan.

”Perancangan arsitektur sedikit banyak telah berubah, merefleksikan sikap masyarakat yang makin peduli terhadap lingkungan, seiring ketersediaan produk ramah lingkungan yang makin mudah di pasar,” kata Endy Subijono, Ketua Umum Ikatan Arsitek Indonesia (IAI).

Secara umum ia menyampaikan, untuk menuju bangunan ramah lingkungan kita perlu mengukur dampaknya terhadap lingkungan luar (bangunan) dan membantu perbaikan lingkungan dalam (bangunan). Beberapa aspek yang diperhitungkan antara lain, rancangan arsitektur bangunan, metodologi pembangunananya, material yang dipakai, efisiensi penggunaan energi dan air, serta life cycle ecological living.

Pendekatan umum

Bagi orang awam tentu tidak mudah menghitung sejumlah aspek itu. Menurut Endhy, ada pendekatan umum yang bisa dipakai untuk merancang bangunan yang ramah lingkungan. Pertama, mengenali lokasi. To know where you are. Langkah ini menyoal kualitas lingkungan hidup di sekitar dan kemungkinan tingkat kualitas hidup yang dapat dicapai di lingkungan seperti itu. Kesadaran Anda memerhatikan kondisi lokasi sangat penting dalam upaya memperoleh bangunan yang ramah lingkungan, baik dengan merenovasi bangunan, membeli rumah baru, maupun membangun rumah dari awal.

Kedua, memertimbangkan ukuran bangunan. Size does matter. Berlawanan dengan pandangan umum, makin besar ruang kian makin baik bagi penggunanya, dalam pendekatan bangunan ramah lingkungan tidak selalu demikian. Lebih besar tidak berarti lebih baik. Bahkan, sebaliknya makin kecil (baca: sederhana) bangunan, makin baik kontrol aspek lingkungan terhadap bangunan.

Ketiga, harus ada kesadaran bahwa kita memang ingin membangun rumah ramah lingkungan. Kesadaran ini akan membantu kita fokus pada upaya perancangan yang realistis: penghematan energi dan perlindungan terhadap berbagai sumber alam yang akan dipakai.

Langkah keempat lebih bersifat teknis, mempelajari alternatif metode membangun (alternatives to conventional construction methods) dan menggunakan material yang tepat guna (encourage wise uses of materials). “Bagi arsitek merancang bangunan ramah lingkungan adalah sebuah proses,” jelas Endy. Tujuannya bukan membuat bangunan yang sempurna, melainkan menciptakan bangunan yang lebih baik.

Perencanaan berkesinambungan

Pendekatan umum yang digambarkan melalui beberapa langkah di atas, oleh Prof. Jong-jin Kim cs dari College of Architecture and Urban Planning University of Michigan (AS), dikemas menjadi prinsip-prinsip perancangan berkesinambungan (sustainable design). Prinsip-prinsip itu adalah:

Pemakaian material bekas adalah sikap ramah lingkungan

Pemakaian material bekas adalah sikap
ramah lingkungan

Satu, penghematan sumber daya alam (economy of resources). Meliputi aspek pengurangan dengan memakai ulang berbagai bahan alam yang digunakan pada bangunan. Dengan demikian terjadi penghematan penggunaan energi dan material serta konservasi air. Artinya, arsitek akan mengurangi penggunaan sumber daya alam yang tidak terbarukan, baik pada masa pembangunan maupun selama bangunan beroperasi.

Dua, daur hidup (life cycle design), yaitu metodologi untuk menganalisa proses membangun dan dampaknya terhadap lingkungan. Proses membangun yang dimaksud meliputi seluruh tahapan sejak sebelum membangun (prebuilding phase), selama membangun (building phase), sampai bangunan difungsikan (post building phase).

Model konvensional dari sebuah daur hidup bangunan adalah design–construction– operation–demolition. Pendekatan ini pada dasarnya bertujuan mengurangi dampak negatif dan menambah umur hidup material bangunan. Sebuah material bangunan yang habis masa pakainya dapat diubah menjadi material baru. Jadi, material selalu dapat dipakai ulang.

Tiga, rancangan yang manusiawi (humane design). Prinsip ini fokus terhadap interaksi manusia dengan lingkungan, selain berkaitan dengan adaptasi rancangan terhadap kondisi alam, urban design dan perencanaan tapak, serta tingkat kenyamanan bangunan yang akan dicapai.

Dua prinsip pertama berkaitan dengan upaya efisiensi dan konservasi, prinsip ketiga menyangkut keharmonisan hidup semua konstituen ekosistem: elemen nonorganik, organisme hidup, dan manusia. “Prinsip ini tumbuh dari filosofi pemikiran untuk menghargai keberadaan seluruh mahluk di muka bumi,” ujarnya.

 

Sumber: Majalah HousingEstate

Dapatkan Majalah HousingEstate di toko buku atau agen terdekat. (Lihat: Daftar Retailer)
atau
Unduh versi digitalnya WayangForce, Scoop & Scanie