HousingEstate, Jakarta - Praktek membeli lahan seluas-luasnya ketika harga murah dan dijual ketika harga tinggi sudah lama dipraktekan oleh banyak pengembang di Indonesia. Praktek spekulasi itu membuat tanah menjadi terlantar. Untuk itu pemerintah akan mengatur tanah-tanah terlantar yang tidak segera dikembangkan sesuai dengan peruntukannya. Tujuannnya agar tidak ada lagi tanah-tanah menganggur yang tidak dimanfaatkan.
“Kita akan merevisi izin perusahaan yang menelantarkan lahan yang dikelolanya. Landasan hukumnya sedang dirancang, nantinya bila tanah tersebut tetap tidak dikelola akan kita pasang plang: Milik Kementerian Agraria dan Tata Ruang,” ujar Ferry Mursyidan Baldan, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) kepada housing-estate.com di Jakarta, Selasa (13/1).
Hal ini ditempuh mengingat lahan merupakan salah satu komoditas utama pembangunan infrastruktur, hunian, dan fasilitas lainnya. Idealnya, para pengembang sudah mencantumkan rencana kerja pada masterplan terkait dengan lahan yang akan dikelolanya. Dengan begitu tidak bisa lagi ada penguasaan terhadap lahan.
Mengenai proses sertifikasi lahan yang kerap menjadi sumber konflik, Ferry melakukan terobosan dengan membuat layanan one day service (layanan satu hari), evening service (layanan malam hari), dan layanan tujuh menit (Lantum). Ada juga layanan melalui SMS dan weekend service atau layanan pada Sabtu-Minggu.
“Banyak sengketa lahan terjadi karena persoalan sertifikat yang berlarut-larut sehingga timbul penggandaan akibat belum selesainya surat keterangan kepemilikan atas propertinya tersebut. Makanya kita buat terobosan layanan seperti ini untuk mempercepat proses sertifikasi lahan,” imbuhnya.