HousingEstate, Jakarta - Pada beberapa judul sebelumnya , kita mengulas tentang pertumbuhan ekonomi. Sekarang kita kembali ke topik ekonomi sehari-hari. Kita akan merangkum beberapa topik yang sebagian sudah dimunculkan dalam buku ini. Kali ini kita akan mengingat ulang beberapa kesalahan umum yang kadang dilupakan banyak orang ketika memutuskan sesuatu. Setidaknya ada empat hal.

Pertama, terlupa mempertimbangkan biaya yang tidak tampak. Ketika seseorang memutuskan untuk melakukan kegiatan X, sebenarnya pada saat yang sama ia kehilangan kesempatan untuk melakukan Y. Maka, seberapa besar nilai Y itu merupakan opportunity cost dari keputusan memilih kegiatan X. Bagi yang suka ber-facebook, jika boleh saya bertanya, berapa biaya ber-facebook selama satu jam? Kalau kita hitung biaya pulsanya, murah kok, paling sekitar Rp300 per jam. (dihitung dari biaya langganan internet pada blackberry Anda sebulan yang Rp200 ribuan. Atau Anda tidak pernah menghitungnya? He he).

Kalau Anda kebetulan seorang professional marketing, maka biaya berfacebook Anda lebih dari itu. Begini penjelasannya. Alih-alih ber-facebook, waktu satu jam tadi Anda gunakan untuk meng-approach klien, kemudian berhasil. Dari deal itu menghasilkan pendapatan bersih Rp500.000. Maka, dengan cara berpikir seperti ini, biaya ber-facebook Anda, bukan hanya Rp300 tetapi Rp500.300.

Ini tidak untuk melarang Anda ber-facebook, pesan dari kerangka berpikir seperti ini adalah untuk membantu kita membuat keputusan secara lebih baik. Ketika menghadapi pilihan untuk mengerjakan sesuatu, maka pertanyaannya adalah “saya kerjakan ‘itu’ atau ‘ini’?”, dan bukan pertanyaan “saya kerjakan ‘itu’ atau ‘tidak’?”. Perhatikan, dua pertanyaan itu memiliki landasan berpikir yang jauh berbeda. Mereka yang secara otomatis memiliki pertanyaan pertama ketika menghadapi pilihan, mencerminkan pemahaman yang baik tentang konsepsi biaya yang tidak nampak, opportunity cost. Bagi yang berpikir rasional, dia hanya akan memilih memutuskan ‘itu’ jika manfaatnya melebihi biayanya (dalam pengertian biaya ini termasuk pula nilai manfaat ‘ini’). Kembali ke contoh tadi, teman kita professional marketing tadi hanya akan meneruskan hobi facebooknya, jika dan hanya jika nilai manfaat facebook tadi melebihi Rp500.300 per jamnya. Konsepsi ini bermanfaat untuk melandasi bermacam hal keputusan.

Ketika kita membicarakan opportunity cost, saya tuliskan pertanyaan untuk Pembaca: kenapa anak yang baru lulus SMU sebaiknya langsung kuliah, dibanding kerja dahulu baru lima tahun kemudian kuliah. Cara menjawabnya, kita harus mengubah pertanyaan “saya memilih ‘kuliah’ atau ‘tidak’ ya?” menjadi “saya memilih ‘kuliah’ atau ‘bekerja’ ya?”. Sampai di sini Anda tentu sudah mengerti maksudnya. Betul, jangan hanya dihitung biaya iuran, buku, makan, dll tetapi hitung pula ‘biaya yang tidak tampak’ nya yaitu dengan memilih kuliah, anak tersebut kehilangan kesempatan untuk mendapatkan penghasilan bulanan (dari bekerja). Karena gaji anak yang baru lulus SMU biasanya jauh lebih rendah dibanding mereka yang sudah bekerja lima tahun, maka langsung kuliah setelah SMU merupakan keputusan yang rasional karena opportunity cost-nya jauh lebih rendah.

Konsepsi berpikir yang kita ulas ini juga mendasari banyak keputusan lain seperti apakah sebaiknya kita panggil tukang untuk memotong rumput di rumah kita, atau kita sendiri yang mengerjakan. Jika Anda ‘hanya’ mempertimbangkan berapa jumlah uang yang harus Anda keluarkan untuk upah tukang potong rumput, maka Anda masih belum keluar dari ‘terlupa mempertimbangkan biaya yang tidak tampak’. Jebakan situasi ’terlupa mempertimbangkan biaya yang tidak tampak’ juga dialami oleh pimpinan yang sibuk mengerjakan segala hal seorang diri demi menghemat biaya jika pekerjaan tersebut diserahkan kepada orang lain.

Jadi, dalam konsepsi kita ini, jika kita ‘terlupa mempertimbangkan biaya yang tidak tampak’ boleh jadi kita penat mengerjakan sesuatu, padahal kita sedang merugi. Bayangkan jika yang demi menghemat biaya tukang rumput Rp75.000 sehari tadi adalah seorang dokter spesialis gigi yang setiap jamnya berpenghasilan Rp500.000. Maka, maksud hati menghemat Rp75.000, ia kehilangan Rp2,5 juta. (Rp500.000 kali 5 jam).

Jika mengerjakan sesuatu saja boleh jadi merugi, betapa pasti meruginya mereka yang sehari-harinya ‘tidak mengerjakan sesuatu’. Mungkin Anda harus membantunya, mengajarkan konsepsi ‘terlupa mempertimbangkan biaya yang tidak tampak’ ini.

Kesalahan umum yang kedua, terlupa mengabaikan sunk costs. Kebalikan dari yang pertama, dalam beberapa situasi terdapat beberapa jenis biaya yang secara nyata kita keluarkan dari dompet, tetapi dalam mengambil keputusan sebaiknya kita abaikan. Heru Narwanto

Sumber bacaan:

  1. Robert H Frank, 2006, Microeconomics and Behavior, 6th Ed, McGraw Hill.