HousingEstate, Jakarta - PT HK Realtindo (HKR) adalah pemain baru di bisnis properti. Anak perusahaan pertama PT Hutama Karya (HK) ini berdiri 10 Mei 2010. Tapi dalam tempo kurang dari empat tahun sudah bisa mengembangkan 10 proyek. Semuanya berjalan baik, bahkan sebagian sudah habis terjual (lihat tabel). Omzetnya pun melesat, kini hampir Rp300 miliar setahun dengan laba tahun lalu Rp75 miliar dibanding tahun 2011 yang baru Rp17 miliar. Padahal HK hanya memberinya modal awal Rp5 miliar yang kini menggelembung menjadi Rp225 miliar.

Tahun ini laba ditarget Rp130 miliar setelah HKR mendapat tambahan modal Rp50 miliar tahun lalu dan Rp90 miliar tahun ini, dengan belanja modal (capital expenditure/capex) Rp1,2 triliun. Sekitar Rp300 – 400 miliar dari capex itu akan dipakai untuk membeli tanah, Rp500 miliar untuk biaya konstruksi, sisanya untuk investasi jangka panjang yang menghasilkan pendapatan berulang (recurring income).

Sukses HKR tidak terlepas dari Putut Ariwibowo (49) yang didapuk menjadi direktur utama sejak awal. Ini bukti kesekian tentang bagaimana BUMN bisa lincah dan profesional seperti perusahaan swasta bila diberi keleluasaan. Karena hanya diberi modal minim, alumni Fakultas Teknik UGM ini langsung mengambil strategic partnership sebagai kiat membesarkan perusahaan dengan cepat.

Ia juga memilih high rise building (properti bangunan tinggi) yang kapitalisasinya besar dan cepat mengangkat nama perusahaan sebagai proyek awal. Yaitu H Tower di Jl HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, yang menggabungkan apartemen servis (10 lantai), ruang kantor (10 lantai), dan area parkir (10 lantai), dengan rumah sakit eksisting. Ia menyambar tawaran RS MMC sebagai pemilik lahan untuk melanjutkan pengembangan proyek yang mandek di lantai 14 itu.

Ia melihat lokasinya sangat strategis di kawasan pusat bisnis Kuningan, dekat gedung kedutaan besar, dan berbatasan langsung dengan superblok Rasuna Epicentrum (55 ha) di belakangnya. “Jadi proyek pasti laku,” ujar Putut. Pengalaman di dunia konstruksi gedung tinggi membuatnya cepat menyimpulkan kelayakan proyek. Yoenazh Khairul Azhar, Yudiasis Iskandar, dan fotografer Susilo Waluyo dari HousingEstate mewawancarai pria kelahiran Yogyakarta 1965 ini di kantornya di kawasan Cawang, Jakarta Timur, beberapa waktu lalu.

Kenapa HK masuk bisnis properti?

Kue bisnis properti masih sangat besar dan BUMN yang menggarapnya masih sedikit. Baru Wika Realty, Adhi Properti, HK Realtindo, dan PP Properti. BUMN lain juga punya properti tapi sifatnya baru melayani bisnis induk, belum bertempur di pasar. HK sendiri sebenarnya sudah punya divisi realty sejak 1996. Sempat mengembangkan perumahan Puri Utama (5 ha) di Bekasi Timur (Jawa Barat), kemudian vakum karena krismon 1998. Aktif lagi tahun 2008 dan menjadi entitas sendiri tahun 2010. Kita masuk bisnis properti juga karena Kementerian (BUMN) minta kita fokus pada core business. Properti adalah perluasan core itu. Induk fokus di industri konstruksi, anaknya menggarap bisnis terkait, salah satunya properti.

Bagaimana HK Realtindo bisa tumbuh cepat dengan modal Rp5 miliar?

Dengan Rp5 M kita memang nggak mungkin tumbuh dengan modal sendiri. Dari situ kita berpikir mengembangkan strategic partnership. Hanya itu cara tumbuh cepat sesuai target perusahaan induk dengan modal sangat terbatas. Dengan strategic partnership kita harus berbagi profit dengan partner, namun bisa me-leverage bisnis, membuat lompatan-lompatan dan tumbuh cepat.

Strategi lain?

Branding. Supaya tumbuh cepat kita juga harus dikenal dalam waktu singkat. Maka sejak awal kita buat branding monolitik yang langsung bisa diasosiasikan dengan HK Realtindo. Sebagian besar produk diawali huruf H yang mudah diingat. Produk juga kita utamakan yang bisa mempromosikan branding itu dengan cepat. Makanya kebanyakan proyek awal kita high rise building mulai dari H Tower, H Residence, Enfiro, Kubikahomy, sampai Antam Tower. Target pasarnya kalangan menengah ke atas. Memang properti high rise itu high risk, tapi awareness-nya juga tinggi. Landed residential (perumahan tapak) risikonya kecil tapi awareness-nya tidak secepat high rise. Branding itu makin penting karena suatu saat sebagai BUMN kita pasti harus juga ikut menyediakan rumah untuk MBR (masyarakat berpenghasilan rendah). Misalnya rumah susun sederhana (rusun) di kota-kota remote seperti Jabodetabek. Mungkin tahun depan kita sudah mulai masuk ke situ. Tapi kalau belum-belum sudah mengarah ke MBR, kita terlanjur dipersepsikan di kelas itu. Sebaliknya kalau mulai dari yang tinggi, setelah itu masuk ke MBR, branding- nya nggak terpengaruh.

Bagaimana anda memasarkan proyek?

Pemasaran dilakukan tim inhouse (internal) kita. Beberapa konsultan dan agen pemasaran juga kita ajak seperti Colliers, Ray White, dan Coldwel, tapi kontribusi terbesar tetap dari inhouse. SDM-nya sudah ada, kita didik sendiri, kita punya mekanismenya. Sebelum merilis sebuah proyek kita lakukan survei pasar, ada pre-market (tes pasar) terutama untuk properti high rise untuk mengurangi risiko. Dari situ kita tahu keinginan pasar termasuk harga dan ukurannya. Kalau yang minat sampai 40 persen, kita jalan. Kalau tidak, nggak kita teruskan.

Pria yang setelah lulus dari UGM tahun 1990 langsung bekerja di HK ini adalah anak pedagang batik di Yogyakarta. Sekarang istrinya membuka butik batik di ITC Kuningan, Jakarta Selatan. “Orang tua saya di Yogya juga masih nerusin (jualan batik),” ujar Putut. Pengalaman di dunia yang lekat dengan perempuan itu, menurutnya membantunya berjualan properti. Alasannya pasar properti ditentukan perempuan. “Kalau ada bapak lihat properti dan kita tanya gimana, pasti jawabnya nanti tanya istri dulu. Perempuan itu the biggest market di Indonesia, setelah itu kaum muda,” jelas ayah tiga anak ini.

Karena itu kendati sebagian besar karirnya dihabiskan di proyek konstruksi, pria yang suka bergaul ini tidak kagok ditunjuk menjadi dirut HKR. Apalagi dia juga rajin belajar dari developer senior dan pakar pemasaran, mengikuti seminar-seminar mereka. “Bisnis properti juga jualan ekspektasi dan persepsi,” kata Putut. Ia mencontohkan H Residence yang tidak persis berada di jalan utama (Jl DI Panjaitan, Cawang-Jakarta Timur), tapi masuk beberapa ratus meter ke Jl Biru Laut yang menjadi lokasi kantor pusat beberapa BUMN konstruksi termasuk HK.

“Lokasi sebetulnya strategis tapi tidak dapat akses (jalan utama). Makanya persepsinya kita ubah. Ini kan tempat tinggal, maunya pasti yang privasinya tinggi dan lebih aman kan? Kalau di jalan utama privasinya pasti kurang. Laku tuh. Jadi lokasi akan menjual kalau kita bisa membuat persepsi yang pas,” tutur magister manajemen dari IPPM Jakarta ini. Tentu saja harga produknya juga dibuat lebih kompetitif dengan luas unit lebih besar dibanding ukuran unit apartemen sekelas dari pengembang lain.

Kenapa aset properti BUMN tidak dikerjasamakan saja dengan swasta?

Aset properti BUMN itu di seluruh Indonesia baik yang dipakai maupun tidak ada sekitar Rp1.200 triliun. Kalau digarap pengembang gede kita rugi. Branding (reputasi)-nya nggak dapat. Sekarang (kerjasama seperti itu) juga nggak boleh lagi, yang boleh sinergi. Dengan status anak perusahaan BUMN kita leluasa bergerak seperti swasta. Ini kunci keberhasilan BUMN berbisnis. Kayak Kubikahomy di BSD City, Serpong-Tangerang Selatan itu. Kita langsung beli tanah 3.000 m2, bangun apartemen untuk mahasiswa 289 unit, habis, dan laku disewakan. Begitu lihat kita bisa jualan, padahal lokasinya di dalam, baru BSD bikin apartemen juga. Begitu juga di Kota Jababeka, Bekasi. Kita bangun Enfiro dan pasarin sendiri. Setelah itu baru Jababeka gagah berani buka apartemen juga. Nama BUMN juga berpengaruh, orang lebih percaya walaupun kita pemain baru, kita nggak mungkin kabur.

Ada yang bilang, enam bulan lagi (keputusan itu) akan dievaluasi. Evaluasi apaan, wong sudah habis. Makanya saya nggak perlu menjelaskan, saya beri bukti.

Sesama BUMN akan bersaing sengit karena semua masuk bisnis properti?

Kita sinergi, ada komunikasi, nggak saingan, masing-masing punya pasar. Jadi dia habis (produknya), saya juga habis. (Di Cawang) ada pembicaraan, batas sini Wika, sana HK, dan seterusnya. Makin banyak yang mengembangkan, malah makin bagus, pasar jadi hidup. Kita nanti bersinergi menggarap tanah Pertamina. Misalnya, Adhi Properti dapat yang di Daan Mogot, Wika di Pasar Minggu, HK Realtindo di Medan Merdeka. Di Jalan Jenderal Sudirman dengan Taspen dan Arthaloka kita juga mulai merancang superblok.

Bagaimana anda membeli tanah?

Stok tanah kita saat ini nggak sampai 10 hektar. Enam hektar di Balikpapan, di Jakarta 2,5 ha, sisanya di Bodetabek seperti Enfiro. Ada tim yang bertugas mencari tanah. Kalau sudah mau deal, baru saya lihat feel-nya gimana, saya akan mempersepsikannya sebagai apa. Lihat lingkungannya, akses, infrastruktur. Properti itu juga terkait infrastruktur. Kalau infrastrukturnya mulai tumbuh, lalu lintasnya baru, itu menyenangkan. Jadi kalau saya melihat infrastruktur yang mau dibuka, misalnya tol Ulujami-Kebon Jeruk, ujung-ujungnya lihat tanah, kira-kira dengan infrastruktur seperti itu persepsinya bisa kemana. Ketika saya tidak bisa mempersepsikannya, sebagus apapun tanahnya, saya akan bilang jelek. Memang cenderung subyektif sehingga suka mengundang pertanyaan kendati kita diberi hak prerogatif. Ngapain ngambil di situ. Dulu waktu ambil tanah Kubikahomy juga ramai. Ada yang bilang, enam bulan lagi (keputusan itu) akan dievaluasi. Evaluasi apaan, wong sudah habis. Makanya saya nggak perlu menjelaskan, saya beri bukti.

Bagaimana proyeksi HK Realtindo ke depan?

Dalam lima tahun kita punya aset in term of kapitalisasi dari persediaan Rp5 triliun dari sekarang Rp400 – 500 miliar. Portofolionya dalam lima tahun ke depan recurring income 15 persen, high rise 50 persen, sisanya landed house. Untuk itu mulai tahun ini kita sudah diizinkan masuk financial market, minjem dengan penjamin induk perusahaan. Nggak berisiko karena semua asset based, aman.

Properti seperti apa dan di mana menurut anda yang paling oke di Jabodetabek?

Hampir semua oke tergantung dilihat dari sisi apa. Kalau residensial yang oke tiga lima tahun ke depan di sekitar Cakung, Sentra Timur (Pulo Gebang), di situ nanti ada intermoda. Yang penting sekarang itu kedekatan residensial dengan akses transportasi. PT KAI (Kereta Api) nanti akan bangun rel dari Stasiun Cakung ke Sentra Timur. Kita difasilitasi sebuah BUMN sedang merancang daerah baru di situ, itu (tanahnya) Perumnas semua. KAI itu stratanya sekarang sudah bagus, itu jadi daya tarik sendiri. Saya bilang ke Pak Jonan (Dirut PT KAI), nantistasiunnya saya yang bangun.

Bagaimana dengan koridor Cibubur, aksesnya juga bagus lewat tol?

Cibubur itu tumpang tindihnya terlalu tinggi. Di kawasan penguasanya ada empat: Jakarta Timur, Depok, Bekasi, Bogor. Pusing nggak infrastrukturnya kayak apa? Mau perbaikan jalan harus melibatkan empat Pemda itu. Karena itu rumah Rp300 jutaan masih ada di sana. Masalahnya bukan macet tapi infrastrukturnya. Nanti memang ada tol Jagorawi– Cibitung, tapi bedanya dengan Bintaro Jaya dan BSD di Tangerang Selatan, penguasanya satu dan mereka punya akses tol langsung.

Anda menikmati memimpin HK Realtindo?

Senenglah, setelah tiga tahun masih semangat, dunianya dinamis dan clean. Tidak harus ketemu (politisi) ini itu, bisa benerbener leluasa, tidur enak, nggak perlu korupsi. |

Sumber: Majalah HousingEstate

Dapatkan Majalah HousingEstate di toko buku atau agen terdekat. (Lihat: Daftar Retailer) atau Unduh versi digitalnya WayangForce, Scoop & Scanie.