HousingEstate, Jakarta - Masalah service charge apartemen atau iuan pengelolaan lingkungan (IPL) belakangan ini kerap mencuat ke permukaan. Besarnya tarif  IPL dikeluhkan warga atau penghuni kendati penentuannya melalui Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPRS). Dalam beberapa kasus, warga di sejumlah apartemen di Jakarta melakukan demontrasi dan perlawanan karena penentuan besaran IPL ditentukan sepihak oleh PPPRS tanpa mengindahkan aspirasi warga.

Penyesuaian atau kenaikan tarif IPL dalam pengelolaan apartemen memang tidak dapat dihindari karena meningkatnya material dan biaya operasional. Untuk menghindari permasalah dengan penghuni, menurut Hendra Rahardja, Ketua Komite Budget Inner City Management (ICM), untuk menentukan besaran tarif IPL, PPPRS terlebih dulu harus tahu sumber pendapatan badan pengelola. Misalnya, dari sewa ruang ATM, BTS, atau pemasangan iklan di area komersial lingkungan apartemen.

“Pengeluaran juga harus dirinci, misalnya gaji karyawan, umum, utilitas, listrik, maintenance, asuransi, kantor, outsourcing, dan sebagainya. Semuanya dikalkulasi kemudian dihitung pendapatan di luar IPL yang nantinya akan ditentukan,” ujar Hendra di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Selisih antara pemasukan dan pengeluaran inilah yang dibebankan dan dibagi rata sesuai luas masing-masing unit. Gedung  berusia tua dan punya banyak fasilitas tarif IPL-nya  lebih besar. Besaran tarif IPL tercantum dalam perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) sebelum gedungnya dikelola oleh building management.  Di situ dicantumkan besarnya biaya per meter persegi yang harus dibayar penghuni.

“Yang sering terjadi ada kesalahan penetapan IPL oleh developer. Karena itu PPPRS harus melakukan penyesuaian tarif sesuai kebutuhan riil. Ini hampir pasti mendapat komplain dari pemilik maupun penghuni. Karena itu developer dalam menghitung IPL harus sesuai kebutuhan riil sehingga ketika diserahkan ke PPPRS tidak membawa masalah,” imbuhnya.

Menurut pengamat rusun, Sujoko, biaya pengelolaan gedung atau IPL harus ditanggung secara proporsional oleh pemilik dan penghuni unit apartemen. Dasar penarikan IPL adalah UU No. 20/2011 tentang rusun dan peraturann pemerintah No. 4/ 1998.  “Di situ disebutkan pembiayaan pengelolaan benda, bagian dan tanah bersama dibebankan kepada pemilik atau penghuni. Jadi ini kewajiban pemilik dan penghuni yang harus ditaati,” jelasnya.

Untuk menghindari permasalahan IPL, kata Sujoko, penentuan, penarikan, dan penggunaan dananya harus  sesuai prosedur dan transparan. “Sesuai aturan, pengurus PPPRS punya kewenangan menentukann tarif, kalau terlalu besar ada forum tertinggi rapat umum tahunan anggota (RUTA), di sini kita bisa mempertanyakan perhitungan biaya pengelolaan seperti apa,” tandasnya.