LRT Tidak Menyentuh Tangerang Raya, Kenapa?

Pembangunan Light Rail Transit (LRT) atau kereta api ringan menyisakan tanda tanya. Proyek infrasruktur untuk mengurangi kemacetan di Jakarta dan sekitarnya (Jabodetabek) yang kemarin dimulai pembangunannya itu tidak sedikit pun menyentuh wilayah Tangerang Raya (Kota Tangerang Selatan, Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang). Sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98/2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Kereta Api Ringan/Light Rail Transit (LRT) terintegrasi di wilayah Jabodebek yang ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 2 September 2015, jalur angkutan massal itu hanya melewati wilayah Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi.

Proyek yang menelan biaya Rp23 triliun itu terbagi dalam enam koridor. Yaitu Cawang – Cibubur, Cawang – Kuningan – Dukuh Atas, Cawang – Bekasi Timur, Dukuh Atas – Palmerah – Senayan, Cibubur – Bogor, dan Palmerah – Bogor. Kawasan Bekasi dan Bogor terutama Cileungsi memang menjadi pusat permukiman menengah yang cukup padat. Karena itu pembangunan LRT akan membantu memecahkan kepadatan lalu lintas menuju Jakarta dan sebaliknya. Demikian juga dengan Depok khsusnya di Cimanggis dan sekitarnya, sekarang padat dengan hunian menengah.
Tangerang Raya tidak berbeda dengan kawasan sebelumnya. Wilayah tersebut menjadi permukiman padat. Kawasan Ciputat, Pamulang, Serpong (Tangerang Selatan), Ciledug dan kawasan lain Kota Tangerang kini menjadi pusat pengembangan perumahan. Tapi kenapa LRT tidak sampai kawasan tersebut.
Ciputat dan Tangerang letaknya cukup dekat dengan Lebak Bulus, Jakarta Selatan, yang akan menjadi stasiun MRT (mass rapit transit) jurusan Lebak Bulus – Bundaran HI – Kampung Bandan (Jakarta Utara). Sementara kawasan Ciledug dan sekitarnya sudah ada proyek jalan layang busway Ciledug – Tendean. Di koridor Bandara Soekarno Hatta tengah disiapkan pembangunan kereta bandara sehingga LRT tidak diperlukan.
Tapi bagaimana dengan Kebon Jeruk, Puri Indah (Jakarta Barat), hingga Serpong. Kawasan tersebut tidak kalah macet karena daerah tersebut menjadi kantong kalangan menengah atas yang mengandalkan mobilitasnya dengan mobil pribadi, bukan kereta. Jangan-jangan pemerintah khawatir LRT yang biaya pembangunannya besar seandainya ditarik ke koridor barat Jakarta tidak mendapat sambutan antusias.
Pengalaman ini pernah terjadi pada Trans Jakarta koridor Lebak Bulus – Kalideres yang diprotes keras warga Pondok Indah, Jakarta Selatan. Mereka tidak setuju Trans Jakarta melintas di kawasan perumahan elit itu dengan berbagai macam alasan. Mungkinkah Jokowi tidak ingin pengalaman Trans Jakarta itu berulang pada proyek LRT, atau ada latar belakang lain?\