HousingEstate, Jakarta - Pengembangan rumah sederhana untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) perlu mendapat perhatian semua pihak terkait. Pasalnya, kualitas dan kondisi hunian bersubsidi tersebut cukup memprihatinkan. Padahal pemerintah sudah banyak memberi kemudahan dan dukungan baik kepada konsumen dan pengembang.

Rata-rata bangunannya tidak layak karena pengembang mengurangi spesifikasi bangunan untuk menekan harga dan memperbesar margin keuntungan. Menurut Yanuar Zakaria, salah satu pembeli rumah subsidi di Bekasi, rumah yang dibelinya sangat tidak layak untuk dihuni karena belum lama ditempati sudah terjadi rembes dan bocor di beberapa bagiannya. “Saya beli tahun 2011, waktu itu harganya tidak sampai Rp100 juta, tapi kondisi rumahnya kurang layak sehingga saya perlu melakukan beberapa perbaikan sehingga nambah biaya lagi,” ujarnya kepada housing-estate.com di Jakarta, Rabu (13/7).

Yanuar menyebut di hampir seluruh bagian rumah membutuhkan perbaikan. Kualitas dindingnya sangat buruk sehingga tidak bisa digunakan untuk menggantung lemari maupun rak yang agak berat. Saluran dari pembuangan dari dapur mudah sekali tergenang. Setelah diperiksa ternyata salurannya tidak diteruskan hingga ke pipa pembuangan di depan rumah. Walhasil Yanuar harus membongkar pipa dari sink dan menyambungkan ke saluran di luar rumah.

Pengalaman yang sama dialami Joko Permana yang membeli rumah subsidi di Tigaraksa, Tangerang, Banten. Ia menyebut rumahnya tidak bisa dihuni sebelum dilakukan renovasi. Karena itu ia memilih untuk membayar uang peningkatan mutu sehingga kondisi rumahnya lebih layak. Yanuar mengatakan pengalamannya juga dialami pembeli rumah subsidi lainnya.

“Makanya saya setuju waktu developernya menawarkan peningkatan mutu selain uang muka yang lebih tinggi. Daripada harus merenovasi sendiri biayanya malah lebih banyak. Berdasarkan pengalaman ini menurut saya kita tetap harus menabung untuk mendapatkan rumah yang agak layak,” imbuhnya.