HousingEstate, Jakarta - Di tengah perkembangan populasi yang demikian pesat dan tantangan perkotaan lainnya, penerapan kota cerdas (smart city) menjadi kian mutlak diperlukan untuk menjamin sustainability sebuah kota dan kenyamanan penghuninya. Smart city merupakan salah satu pilar pembangunan sangat penting dengan tantangan urbanisasi dan kompleksitas permasalahan perkotaan.

Saat ini saja ada 53 persen penduduk Indonesia bermukim di perkotaan. Angka ini berkembang enam kali lipat dari dekade 1970-an. Menurut Kepala Badan Pengembangan Infrasturktur Wilayah (BPIW) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemenpupera) Hermanto Dardak, penerapan smart city bertujuan untuk menciptakan ruang perkotaan yang berkualitas untuk kebahagiaan dan kesejahteraan masyarakat.

“Untuk menjadi smart city, kawasan perkotaan harus memiliki 20 persen ruang terbuka hijau (RTH), 20 persen jalan dan pedesterian, hingga pengelolaan sampah yang baik sehingga bisa terwujud ruang perkotaan yang indah, bersih, berkarakter, dan nyaman,” ujarnya saat berbicara di even Smart City Forum Advancing Society yang diselenggarakan Smart Indonesia Initiative (SII) di Surabaya, pekan ini.

Syarat kota cerdas lainnya adalah harus bisa melayani sistem internal dan eksternal kotanya dan bisa membentuk jejaring perkotaan yang saling terkoneksi satu dengan lainnya. Kemenpupera sendiri telah memulai inisiasi untuk mewujudkan konsep smart city ini dengan 8 atribut pengelolaan kota cerdas berkelanjutan yaitu smart development planning and design, smart open space, smart water, smart waste, smart building, smart energy, smart building and construction, dan smart community.

Salah satu penerapannya seperti dilakukan di koridor bisnis Jalan Sudirman dengan konsep transit oriented development (TOD). Kawasan ini dibuat kompak dengan pola penggunaan lahan campuran (mixed use) dengan pembangunan yang dilakukan secara vertikal untuk mengusung koefisien dasar bangunan (KDB) rendah dan koefisien luas bangunan (KLB) tinggi. Dengan begitu bisa tercipta kawasan yang menyediakan ruang publik signifikan dengan didukung integrasi transportasi mutimoda yang menghubungkan antar pusat aktivitas.

Konsep smart city juga diterapkan dengan perencanaan pembangunan lainnya misalnya teknologi untuk memonitor debit air di Bendungan Jatigede, rencana free flow jalan tol, analisis traffic kendaraan, pengelolaan sampah terpadu, pembangunan berkonsep smart building, dan lainnya.

“Penerapan konsep smart city ini bukan hanya tanggung jawab pemerintan tapi juga swasta dan masyarakat. Pengembang dapat melakukan pola pembangunan dengan konsep kompak sehingga bisa menyediakan open space yang proporsional terhadap lahan yang dibangun, masyarakat juga bisa memberikan masukan untuk mewujudkan perkotaan cerdas berkelanjutan,” pungkasnya.