HousingEstate, Jakarta - Pembangunan rumah bersubsidi menjadi pekerjaan besar yang butuh keseriusan dan dukungan semua pihak. Bila mau berhasil program hunian untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) ini perlu dukungan dana jumbo. Menurut Direktur Pendayagunaan Sumber Pembiayaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemenpupera) Baby Setiawati, untuk pembiayaan program sejuta rumah dibutuhkan dana sekurangnya Rp1.000 triliun. Anggaran sebesar ini untuk membangun rumah subsidi hingga 2019. Padahal anggaran dari pemerintah sangat terbatas.
“Anggaran pemerintah dari APBN hanya sekitar Rp13 triliun dan dari pengembang swasta Rp300 triliun. Jadi gap-nya sangat jauh, untuk itu diperlukan berbagai cara untuk mendapatkan anggaran dari sumber-sumber yang lain karena kalau mengandalkan APBN sampai kapanpun tidak akan pernah tercapai,” ujarnya kepada housing-estate.com di Jakarta, Kamis (11/8).
Salah satu alternatifnya melibatkan PT Sarana Multigriya Finansial (SMF). Caranya, perbankan mensekuritisasi aset KPR-nya melalui SMF. Lembaga ini dibentuk untuk menerbitkan efek beragun aset berbentuk surat partisipasi (EBA-SP). Instrumen ini merupakan sekuritisasi aset dari kumpulan tagihan KPR yang dijual lagi kepada publik dan hasilnya disalurkan lagi kepada perbankan untuk pembiayaan perumahan.
Potensi dana dari skema EBA-SP ini sangat besar namun belum dimanfaatkan maksimal. Bank yang sudah melakukan hanya BTN. Penerbitan EBA-SP juga bisa mengurangi mismatch antara sumber dana perbankan yang umumnya jangka pendek untuk menyalurkan KPR berjangka panjang. Sekuritisasi juga mengubah aset tidak likuid berupa tagihan KPR menjadi likuid untuk alternatif pembiayaan.
“Pemerintah terus melakukan hitungan dan mencari skema baru untuk alternatif pembiayaan perumahan. EBA-SP bisa menjadi alternatif sangat baik karena cashflow bisa diprediksi dari pembayaran aktif setiap debitur . Ini memudahkan untuk disalurkan kembali dan disekuritisasi lagi sehingga terus membesar,” imbuhnya.