HousingEstate, Jakarta - Pasar apartemen masih akan mengalami tekanan cukup berat pada tahun-tahun mendatang. Kondisi makro ekonomi belum cukup kuat untuk mendorong sektor properti, salah satunya indikatornya pertumbuhan gross domestic product (GDP) yang cukup rendah sekitar 5 persen.
“Proyeksi kita pada awal tahun lalu akan ada 25-30 ribu unit apartemen masuk pasar Jakarta, realisasinya ternyata hanya 12.600 unit. Delay suplai yang cukup besar tahun 2016 akan masuk pada tahun ini dan tahun-tahun berikutnya. Ini salah satu indikator sektor apartemen belum akan bangkit,” ujar Ferry Salanto, Senior Associate Director Colliers International Indonesia (CII), kepada housing-estate.com di Jakarta, Kamis (5/1).
Selain itu tingkat penyerapan unit apartemen yang masuk pasar juga terus menurun. Dua tahun terakhir tren penurunan penyerapan apartemen ini terus membesar. Tahun 2014 apartemen yang terserap sebanyak 72,1 persen kemudian tahun 2015 terserap 68,7 persen, dan tahun 2016 menjadi 68,1 persen.
Pertumbuhan harga juga terus menurun. Tahun 2014 harga rata-rata apartemen naik sebesar 17 persen, 2015 naik 10 persen, dan tahun 2016 hanya naik 3,8 persen. Tren penurunan persentase kenaikan harga apartemen ini merupakan indikator lain kalau sektor ini masih cukup tertekan.
“Beberapa program pemerintah seperti tax amnesty, penurunan suku bunga, dan penurunan tarif BPHTB sebetulnya sangat bagus. Tapi (pengaruhnya) untuk industri properti tidak bisa instan dan belum akan terasa pada 1-2 tahun ini. Terlebih pasok apartemen juga masih cukup besar, tahun 2016 ada 5.164 unit, hingga tahun 2020 suplainya akan mencapai 70.883 unit, jadi masih sangat besar sementara pasarnya semakin selektif.