Properti Hijau adalah Properti Cerdas

Penghargaan diberikan berdasarkan fitur-fitur hijau yang paling menonjol diterapkan di sebuah proyek.
Kota cerdas, kata Ketua Umum Pengurus Pusat Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) Soelaeman Soemawinata, bukan sekedar kota yang semua sistemnya sudah didigitalisasi mengikuti kemajuan teknologi informasi (TI) sehingga lebih efisien, tapi kota yang berkelanjutan (sustainable) yang tetap mampu memenuhi semua kebutuhan warganya generasi demi generasi dengan dampak terhadap lingkungan hidup yang minimal.
Ia mengatakan hal itu dalam Rakernas REI di kota baru BSD City (6.000 ha), Serpong, Tangerang-Banten, sekaligus pameran properti Indonesia Future City & REI Mega Expo, pertengahan September. Bahasa lugasnya, kota cerdas adalah kota yang dikembangkan ramah lingkungan dengan atau tanpa digitalisasi. Yaitu, kota yang tetap mampu memberikan penghidupan yang layak dan ramah bagi semua warganya tanpa menurunkan kualitas lingkungan hidup mikro dan makro.
Pengembang sudah sepantasnya berperan banyak dan aktif menciptakan kota berkelanjutan itu, karena real estate adalah kegiatan yang mengkonversi lahan terbuka menjadi perkerasan atau bangunan sekaligus memunculkan permukiman dan pusat-pusat pertumbuhan baru. Kontribusi emisi karbon dari sektor bangunan lebih besar dibanding industri dan transportasi. Emisi karbon adalah penyebab utama pemanasan global yang berdampak paling buruk terhadap lingkungan hidup.
Bila pengembangan real estate tidak mempertimbangkan daya dukung lingkungan, kualitas kota dan kehidupan warganya akan memburuk. Apalagi, real estate biasanya dikembangkan di perkotaan yang padat penduduk. Ada ambang batas penduduk dan daya dukung lingkungan yang harus selalu dipertimbangkan developer dalam setiap pengembangan proyeknya. Karena itu kita Penghargaan diberikan berdasarkan fitur-fitur hijau yang paling menonjol diterapkan di sebuah proyek. Properti Hijau adalah Properti Cerdas OKTOBER 2019 housingestate 75 berharap apa yang dikemukakan bos organisasi real etate terbesar di Indonesia itu disimak baik-baik oleh para pengembang, paling tidak yang tergabung dalam REI.
Green Property Awards (GPA) yang diadakan HousingEstate untuk ke-9 kalinya tahun ini, sejak awal berniat mendorong pengembangan properti berkelanjutan itu, sekaligus memberikan panduan kepada konsumen dalam memilihnya. Penilaian proyek masih berdasarkan delapan kriteria yang dianggap paling mempengaruhi keberlanjutan sebuah kota. Yaitu, penataan ruang kawasan yang berorientasi hijau dan tidak menabrak regulasi terkait, konsep desain bangunan yang berupaya mereduksi konsumsi energi dan air, infrastruktur yang mendukung gaya hidup hijau seperti banyaknya akses pejalan kaki dan pesepeda serta adanya sarana peresapan air dan sistem pengelolaan air bersihkotor, konektifitas atau pengintegrasian proyek dengan akses transportasi umum, tersedianya sistem pengelolaan sampah sejak dari rumah, pengelolaan air yang efisien dengan konsep reduce-reuse-recycle, tersedianya ruang terbuka hijau yang memadai, dan adanya upaya konsisten melibatkan partisipasi warga untuk berbudaya hijau.
Tidak Ada Insentif
Namun, harus diakui masih sangat sedikit proyek properti yang mampu memenuhi berbagai kriteria tersebut, bahkan proyek berskala kota sekalipun. Di mata kebanyakan developer, penerapan konsep hijau masih dianggap beban karena akan menambah biaya pengembangan. Sedangkan bagi umumnya konsumen, properti ramah lingkungan adalah isu “atas langit” yang tidak ada kaitannya dengan keseharian hidup mereka. Di pihak lain pemerintah juga tidak memberikan insentif bagi perusahaan developer untuk menerapkan konsep berkelanjutan itu secara serius dan konsisten.
Jadi, kendati teramat penting untuk hidup yang berkelanjutan di perkotaan, ramah lingkungan belum menjadi kriteria utama developer dalam mengembangkan proyek, juga bagi konsumen dalam memilih hunian. Karena itu demi tetap mensyiarkan betapa krusialnya isu sustainable development itu dalam pengembangan properti dan terus mendorong pengembang menerapkannya di proyek masing-masing, HousingEstate menerapkan penilaian yang fleksibel terhadap berbagai proyek yang dinominasikan mendapat GPA.
Tahun ini misalnya, penilaian juga hanya mencakup satu atau dua kriteria hijau yang kira-kira paling dipenuhi sebuah proyek, dan memberikan awards berdasarkan satu atau dua kriteria itu seperti green transportation, green design, green water management, dan lain-lain sesuai kategori propertinya: perumahan, apartemen, properti komersial, perumahan sederhana dan seterusnya.
Kendati mungkin ada lebih banyak proyek yang memenuhi satu atau dua kriteria green itu, karena keterbatasan waktu, tenaga dan biaya, tahun ini Green Property Awards hanya sempat diberikan kepada 20 proyek yang dinilai cukup layak menerimanya (lihat tabel). Terdiri dari 13 proyek perumahan (landed residential), empat apartemen, dan tiga properti komersial. Lokasinya tersebar di megapolitan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek) ditambah kota-kota lain seperti Surabaya, Bandung, Pangkal Pinang, dan Bali. Penilaian proyek dilakukan tim HousingEstate sejak Juni 2017 di bawah supervisi arsitek lansekap dan pengamat perkotaan Ir Nirwono Joga MLA.