HousingEstate, Jakarta - Tahun lalu penyaluran kredit pemilikan rumah bersubsidi dengan skema fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (KPR FLPP) hanya terealisasi 23.763 unit dengan nilai Rp2,7 triliun, dari target 40.000 unit dengan alokasi dana subsidi di APBN-P 2017 senilai Rp3,1 triliun. Bandingkan dengan realisasi 2015 dan 2017 yang masing-masing mencapai 76.000 unit dan 58.000 unit. KPR FLPP mengenakan bunga 5 persen per tahun kepada debitur (pengutang) yang membeli rumah bersubsidi secara kredit. Bunga itu fixed (tetap) selama masa kredit 15–20 tahun tergantung jenis hunian.
Selain KPR FLPP, bentuk KPR bersubsidi lainnya berupa KPR subsidi selisih bunga/margin (SSB/SSM) ditambah subsidi bantuan uang muka (SBUM) senilai Rp4 juta/rumah. Tahun 2017 realisasi KPR SSB mencapai sekitar 140 ribu unit dari target 239 ribu unit senilai Rp1,97 triliun dan SBUM 160 ribu unit dari target 278 ribu unit senilai Rp1,12 triliun.
Tahun ini KPR FLPP ditargetkan bisa membiayai 42.000 rumah dengan alokasi dana dari APBN Rp2,18 triliun. Sedangkan KPR SSB/SSM 225.000 rumah senilai Rp2,529 triliun dan SBUM 344.500 unit senilai Rp1,378 triliun.
Sampai dengan 2 Agustus 2018, realisasinya (yang sudah akad kredit dan dicairkan dananya oleh pemerintah cq Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat atau PPDPP Kemenpupera) mencapai 11.854 unit senilai Rp1,36 triliun atau 28,22 persen dari target (KPR FLPP), 45.198 unit senilai Rp19,77 triliun atau 20,09 persen (KPR SSB), dan 51.365 unit senilai Rp205,46 miliar atau 14,91 persen (SBUM).
Selama ini penyaluran KPR SSB dan SBUM praktis hanya dilakukan Bank BTN, sementara penyaluran KPR FLPP dikeroroyok puluhan bank. Tahun ini ada 40 bank yang mendapat alokasi penyaluran. Terdiri dari enam bank umum nasional dan 34 bank pembangunan daerah (BPD). Bank Artha Graha mendapat alokasi terbanyak, mencapai 10 ribu unit dari target 42.000 unit.
Seperti tahun 2017, Bank BTN tidak termasuk dalam bank yang ikut menyalurkan KPR FLPP. Bank penyalur pembiayaan perumahan terbesar di Indonesia ini diminta fokus menyalurkan KPR SSB ditambah SBUM sejak 2017. Namun, karena realisasi penyaluran KPR FLPP yang seret, bahkan delapan bank belum merealisasikan penyaluran, Kemenpupera dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pun membuka pintu kepada BTN untuk kembali ikut menyalurkan KPR FLPP mulai semester dua tahun ini.
Berkaitan dengan itu Budi Satria, Managing Director Bank BTN, menyatakan kesiapan Bank BTN mengambil alih penyaluran KPR FLPP dari bank lain yang belum merealisasikan jatahnya atau realisasinya masih rendah itu. “Kami siap kalau ditunjuk PPDPP untuk mengambil alih (penyaluran KPR FLPP dari bank lain itu),” katanya dalam diskusi “Skema (Baru) FLPP dan Realksasi LTV Gairahkan Pasar Perumahan” yang diadakan Forum Wartawan Perumahan Rakyat (Forwapera) dan Bank BTN di Bogor, Sabtu (4/8/2018).
Tutur berbicara dalam diskusi itu Direktur Utama PPDPP Budi Hartono, Direktur PT Sarana Multigriya Finansial (SMF) Heliantopo, Direktur Pola Pembiayaan Ditjen Pembiayaan Perumahan Kemenpupera Didik Sunardi, Sesditjen Pembiayaan Perumahan Kemenpura Irma Yanti, dan Wakil Ketua Umum DPP REI Umar Husin.
Di antara seluruh bank penyalur KPR, Bank BTN dikenal sebagai bank yang paling khatam menyalurkan KPR bersubsidi. Bank-bank sendiri termasuk Bank BTN lebih suka menyalurkan KPR FLPP ketimbang KPR SSB karena dana kredit 90 persen dipasok PPDPP, bank hanya perlu menyediakan dana sendiri 10 persen. Selain itu pencairan dananya sekali untuk sepanjang masa kredit maksimal 15–20 tahun. Berbeda dengan KPR SSB, bank harus menyediakan sendiri seluruh dananya, padahal margin KPR bersubsidi sangat rendah. Pemerintah hanya perlu menyediakan dana untuk mengganti selisih antara bunga subsidi dan bunga pasar KPR itu berpatokan pada bunga acuan Bank Indonesia (BI) yang berlaku pada tahun tersebut. Jadi, pencairan dana subsidi bunga dilakukan per tahun.