Kecuali suara kentungan bambu, Anda menikmati waktu dalam kesunyian di rumah batu atau kayu dan alam yang segar.

HousingEstate, Jakarta - Nyanyian tonggeret yang nyaring di waktu siang, suara tokek yang timbul tenggelam sepanjang hari dan kerik jangkrik di kala malam, menjadi orkestra alam yang menemani pengunjung di Rajaklana Resort, Villa and Spa, di kawasan Bantul, Yogyakarta. Penginapan baru di selatan Jogja itu layak dicoba pengelana yang berjiwa natural dan menyukai kesunyian.

Lokasinya jauh dari keramaian kota, sekitar 13,9 km dari Tugu Yogyakarta atau 30 menit perjalanan menuju Malioboro. Letaknya di atas bukit, di koridor jalan Tugu Gentong sejalur dengan Jalan Raya Kasongan yang terkenal sebagai pusat kerajinan gerabah di Yogyakarta. Rajaklana yang dibuka September 2017 menawarkan delapan vila di lahan seluas 2 ha yang dijaga keasrian lingkungan alaminya.

Komplek vila menempati lahan berkontur yang menurun dari bagian depan ke belakang. Tidak ada pagar yang membatasi lahan dengan lingkungan sekitarnya yang masih berupa hutan tropis, kecuali pagar di bagian depan untuk membatasi dengan jalan raya. “Struktur tanah tidak diubah banyak, begitu juga pohon tidak banyak yang ditebang dan tidak ada pembatas dengan tanah penduduk. Kami ingin orang yang menginap bisa menikmati tempatnya sealami mungkin,” kata Megie Saimima, salah satu pemilik Rajaklana di bawah bendera PT Sumber Inspirasi Prima.

Bisnis perhotelan pertama ini disodorkan dengan konsep privat dan alami yang kuat. Semua diwujudkan berdasarkan pengalaman Megie, kakak dan adiknya yang gemar jalan-jalan dan berlibur ke berbagai daerah. Nama Rajaklana dipilih untuk mewakili arti berkelana dan raja. “Jadi, mengelana (jalan-jalan) tapi dilayani seperti raja di sini,” kata wanita berdarah Ambon itu. Sesuai konsepnya, nantinya setiap vila yang disewa pelancong akan dilengkapi seorang penjaga khusus untuk membantu segala keperluan. Selama masa promosi saat ini, fasilitas itu belum diterapkan.

Galeri Foto

Memasuki Rajaklana kita perlu menuruni tangga dari area parkir lalu menemui sebuah galeri semi terbuka. Di situ pengunjung bisa memanfaatkan sumur asli, aneka permainan tradisional, ragam topeng dan sepeda antik dengan bakul untuk latar berswafoto. “Kita menyediakan paket sesi foto dengan baju tradisional Jawa dan pernak-perniknya yang termasuk dalam tarif penginapan,” terang Megie. Jika sekadar ingin duduk-duduk menikmati sinar mentari pagi, Anda bisa menuju saung panjang di samping galeri atau menghampiri bangku dari keramik di ujung galeri.

Rumah Batu dan Kayu

Selepas galeri akan terlihat deretan vila-vila di lokasi yang berbeda-beda. Ada yang lebih rendah dan lebih tinggi. Nama vila yang disematkan terdiri dari Andalas, Halmahera, Jawa, Belitung dan Bangka. Ada dua pilihan model rumah tradisional yang terbuat dari batu dan kayu.  Rumah batu berkapasitas lebih besar dengan luas bangunan mencapai 200 m2, sedangkan rumah kayu mulai dari 100 m2.

Keduanya hanya difasilitasi satu tempat tidur tanpa kamar dan sebuah kamar mandi semi terbuka. Pengunjung bisa menambahkan satu sampai dua ekstra matras kalau diperlukan. Rumah Batu disusun sepenuhnya dari batu belah alami mulai dari lantai hingga dinding. Lukisan penghias rumah bahkan juga disusun dari batu-batu kecil yang diwarnai. Sedangkan, atapnya dari bahan ijuk yang ditopang dengan susunan bilah bambu.

“Kami mengadopsi model rumah di Sumba dengan tiang-tiang dari akar pohon,” papar Megie. Perabot pengisi rumah batu dibuat dari bambu alami. Untuk rumah kayu, Rajaklana menawarkan konsep rumah Jawa zaman dahulu yang teduh. Furnitur didalamnya diselaraskan dari bahan kayu sejenis.

Uniknya, di setiap vila terdapat kentungan bambu yang digantung di bagian depan untuk memanggil petugas. Suara kentungan untuk menggantikan fungsi telepon yang sengaja tak disediakan di dalam masing-masing rumah. “Selain tidak memakai telepon, awalnya kita juga tidak mau sediakan televisi di dalam unit vila. Tapi, melihat perkembangan, kayaknya nggak bisa karena untuk fasilitas anak-anak yang ikut menginap,” jelas Megie. Tarif per unit vila selama masa promosi dimulai dari Rp1,5 juta per malam untuk rumah kayu dan Rp1,9 juta untuk tipe rumah batu.

Menikmati matahari

Di pagi hari Anda bisa menikmati siraman sinar matahari sambil sarapan bubur areh khas Jogja di kursi makan di halaman masing-masing vila. Sore harinya saksikan juga dramatisnya matahari memasuki langit senja di balik perbukitan Bantul yang tersaji langsung di luar rumah. Jika Anda ingin menikmati alam lebih dekat sambil berolah raga, di lahan bawah villa terdapat  kolam renang berukuran Olympic yang dibuat menjorok ke perbukitan. Untuk memuaskan penggemar swafoto, di samping kolam renang telah disiapkan gardu pandang di atas pohon akasia. Di atas gardu berlantai bambu, Anda bebas memutar pandangan ke segala arah yang nampak hijau asri dan siapkan kamera andalan untuk mengabadikan momen.

Tanpa Arsitek

Rajaklana dibangun selama dua tahun sejak 2015 dengan konsep bangunan yang digagas langsung oleh pemiliknya. “Bayangan dari bentuk dan material apa yang digunakan semua dikerjakan sendiri, nggak pakai arsitek, cuma dibantu kontraktor. Karena gambarnya nggak ada, kita harus tungguin tukang setiap hari supaya nggak salah mengerjakan,” kenang Magie. Komplek vila ini diakuinya dibangun menurut selera pribadi masing-masing yang terlibat.

Di setiap vila digunakan material batu dan kayu yang berbeda-beda untuk bath tub dan dindingnya. Ada yang didapat di sekitar Yogyakarta, ada yang di pelosok-pelosok timur Indonesia. “Lebih besar sisi emosionalnya dibandingkan hitungan bisnis,” ujarnya. Ia mencontohkan, furnitur dari bambu yang sederhana saja harus dibuat ulang ke pengrajin untuk mendapatkan rasa alami yang diinginkan.  Megie memilih bambu yang lebih tebal dari standar pasaran sehingga dapat dirangkai menjadi bangku yang empuk diduduki tanpa perlu tambahan busa. Sebelumnya kakak beradik ini sukses mengelola bisnis lapangan futsal dan Spa Rest n Relax di beberapa lokasi di Kota Gudeg itu.