Biaya meningkat rumah ke atas bisa lebih mahal daripada memperluas ke samping.

HousingEstate, Jakarta - Di kota-kota yang padat seperti megapolitan Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) yang harga tanahnya melangit, ukuran rumah real estate mau tak mau makin mengecil agar tetap terjangkau pekerja muda. Saat ini rumah terkecil itu berukuran 21 m2 (6 x 3,5 m2 atau 5 x 4,2 m2) berisi satu kamar tidur dengan kaveling seluas 60 m2 (5 x 12 m2 atau 6 x 10 m2).

Cukup untuk bujangan atau pasangan tanpa anak, tapi tidak memadai bila mereka sudah punya anak. Rumah perlu diperluas atau ditambah ruangnya. Pertanyaannya, ekspansinya ke atas (ditingkat) atau ke samping? “Bisa ke atas atau ke samping. Tapi, yang ideal ke samping karena tidak perlu merenovasi bangunan eksisting. Jadi, lebih murah,” kata Wahyu Achadi, Direktur HomeWorks dan Bang Reno, perusahaan design and build dan renovasi di Jakarta.

Untuk ekspansi ke samping, konsumen bisa membeli rumah di sebelahnya. Menurutnya, biaya meningkat rumah lebih mahal. Selama renovasi dilakukan, kita juga harus ngontrak rumah dulu. Bahkan, untuk rumah bersubsidi, bila ditingkat ia hampir bisa memastikan strukturnya harus dibongkar semua. “Jadi, mending ekspansi ke samping. Biaya renovasinya lebih murah. Selama renovasi, kita juga tetap bisa tinggal di rumah eksisting,” jelasnya.

Bila tidak mungkin, perluasan bisa dilakukan di sisa lahan di belakang, satu atau dua lantai. Tapi, solusi ini akan menghabiskan lahan terbuka untuk sirkulasi udara dan cahaya alami. Memang, kita bisa memakai sebagian saja (3 x 3 m2) lahan di belakang. Setengahnya lagi (sekitar 3 x 3 m2) dibiarkan tetap terbuka.

Namun, garis sempadan bangunan (GSB) rumah mungil yang dikembangkan developer biasanya dibuat masing-masing sekitar 2,5-3 meter di area depan dan belakang. GSB sepanjang tiga meter di depan itu tidak cukup untuk parkir mobil. Karena itu suatu waktu setengah bagian bangunan pasti dimundurkan agar GSB di depan bisa diulur menjadi lima meter untuk carport.

Itu berarti sisa lahan 3 x 3 m2 di belakang akan terpakai. Kalau sisa lahan 3 x 3 m2 di sampingnya juga ditutup untuk tambahan kamar, ruang terbuka di area belakang benar-benar habis sehingga sirkulasi udara dan cahaya alami bangunan memburuk.

Kalau sudah begini, ekspansi memang sebaiknya dilakukan ke atas. Untuk hasil yang memuaskan dan memudahkan kontrol biayanya, renovasi sebaiknya diserahkan kepada profesional atau tukang yang berpengalaman, Berkaitan dengan itu saran berikut ini layak diperhatikan.

Pondasi

Bila rumah menggunakan struktur batu kali berupa pondasi lajur dengan kedalaman standar 60 cm, Wahyu menyatakan, cukup kuat bila langsung ditingkat dengan dinding tengah sebagai penopang struktural lantai di atasnya. “Bahkan, rumah tipe 21 dengan kedalaman pondasi 40 cm juga tidak masalah langsung ditingkat dengan material alternatif yang lebih ringan. Banyak pilihannya. Tapi, kalau pemahamannya rumah itu dindingnya harus bata, ya tidak bisa,” ujarnya. Apalagi, kalau gentengnya juga harus keramik atau beton, tidak mau genteng metal atau sejenisnya yang lebih ringan dan lebih murah, perlu tambahan tiang atau kolom yang lebih kokoh. Karena itu sebelum ditingkat, perlu dilihat gambar kerja rumah eksisting untuk mengetahui jenis pondasi yang digunakan. Bila gambar tidak tersedia, mau tak mau dilakukan cek fisik. Kalau dinding rumah eksisting terlihat retak-retak, itu bisa jadi indikasi pondasi rumah tidak baik. “Itu nggak bisa (langsung ditingkat), untuk satu lantai aja nggak bisa. (Struktur eksisting) diabaikan semua, dinding-dinding yang ada nggak bisa jadi struktur. Harus bikin struktur lagi, disuntik (ditambah) tiang,” jelasnya.

Posisi Tangga

Tangga pada rumah dua lantai memakan ruang cukup besar, sekitar satu meter (lebar). Karena itu pada rumah mungil dengan lebar bangunan hanya 5–6 meter, bentuk dan penempatan tangga amat perlu diperhatikan agar pemanfaatan ruang yang terbatas tetap bisa optimal dan tangga tetap aman dan nyaman dilewati. “Bentuk tangga pada rumah mungil harus in line (lurus memanjang). Kalau letter U, akan menghabiskan ruang,” kata Wahyu. Penempatannya bisa di bagian depan atau belakang rumah dengan desain yang simpel.

 

Biaya

Biaya meningkat rumah relatif sama dengan membangun rumah baru. Bedanya kalau meningkat rumah, untuk lantai atas biayanya dihitung penuh, lantai bawah separuhnya. Jadi, kalau standar biayanya Rp3 juta/m2, total biaya meningkat rumah 36 m2 menjadi 72 m2 misalnya, kata Wahyu, sekitar Rp200 juta. Yaitu, dari 36 m2 x Rp3 juta untuk lantai atas, ditambah 36 m2 x Rp1,5 juta untuk lantai bawah, plus biaya pembuatan atap baru sekitar Rp40 juta.

Bertahap

Bila dana belum mencukupi, meningkat rumah bisa dilakukan bertahap. Misalnya, membuat dak sekaligus memperkuat pondasi dulu. “Jadi, atap rumah yang lama dihancurkan diganti dak beton. Coran daknya dibikin miring supaya tidak bocor. Nanti saat perluasan dilanjutkan (dengan membuat kolom, balok dan dinding struktur lantai atas), dak tinggal dibobok,” kata Wahyu. Supaya lebih murah, dak bisa dibuat dengan bondex (plat baja galvanis anti karat) yang lebih ringan dan lebih sedikit kebutuhan coran semennya, serta lebih cepat pengerjaannya dan lebih bersih. “Tinggal gelar bondex ditambah tulangan wire mesh satu lapis, dicor, langsung jadi,” katanya. Tidak perlu bekisting atau alas struktur plat lantai dari triplek dan perancah (steger) seperti pada pengecoran konvensional. Biaya perkuatan pondasi dan ring balok di atas tiang (kolom) serta pengecoran untuk dak seluas 36 m2 di Jakarta saat ini, ungkapnya, sekitar Rp3 jutaan/m2. “Itu sudah all in berikut pergantian plafon (lantai bawah), pembuatan sistem utilitas dan posisi lampu yang baru, refurnishing dan lain-lain,” katanya.

Tidak Full

Wahyu menyarankan, meningkat rumah dengan lebar 5-6 meter sebaiknya tidak dilakukan penuh di lantai atas tapi hanya sebagian. “Supaya cahaya alami tetap leluasa masuk ke dalam rumah termasuk di lantai bawah dan sirkulasi udaranya lancar, karena salah satu sisi rumah tetap terbuka,” katanya. Ia mengakui, arsitek atau tukang yang belum pernah mendapat case seperti itu mungkin kesulitan mendesainnya. Tapi, baginya desain rumah seperti itu menarik mengeksplorasinya agar kebutuhan ruangnya tetap terpenuhi sekaligus tetap nyaman dihuni.