HousingEstate, Jakarta - Saat ini pemilik duit lebih gemar menaruh uang di deposito atau surat berharga ketimbang dalam properti. Karena itu jumlah dan nilai rekening deposito Rp1 miliar ke atas meningkat cukup tinggi di bank. Kalau melihat kebijakan BI menaikkan bunga acuan BI-7 day reverse repo rate hingga 175 basis poin sejak Mei 2018 (dari 4,25 menjadi 6 persen) dan penerbitan saving bond ritel (SBR) oleh pemerintah dengan kupon lebih 8 persen, investasi properti makin tidak menarik.
Dengan aneka insentif dari bank dan pengembang, kebutuhan modal untuk berinvestasi menjadi jauh lebih kecil.
Tapi, tunggu dulu. Di pihak lain pada saat bersamaan BI juga melonggarkan ketentuan rasio kredit properti atau atau loan to value (LTV), serta penyaluran KPR/KPA (kredit pemilikan rumah/apartemen) inden (masih berupa gambar dengan janji serah terima kemudian). Sementara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melonggarkan ketentuan aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR) kredit properti.
Kini properti pertama tipe apapun bisa dibeli dengan KPR/KPA tanpa uang muka (down payment atau DP). Untuk properti kedua dan seterusnya, depe-nya hanya 10–20 persen dari harga rumah tergantung tipe properti dan jenis kredit yang digunakan. KPR inden diizinkan hingga lima fasilitas tanpa memperhitungkan urutan dengan depe mengikuti ketentuan di atas. Sedangkan ketentuan ATMR untuk KPR dilonggarkan dari semula 35 persen menjadi menjadi 20–25 persen untuk LTV hingga 70 persen, dan 35 persen untuk LTV di atas 70 persen, sehingga kredit properti pun tersedia lebih banyak.
Selain itu, untuk menggenjot penyaluran kredit propertinya yang masih loyo, bank-bank rajin melansir promo KPR/KPA dengan bunga super rendah dan fixed (tetap) lebih lama. Promo bank-bank itu didukung pengembang dengan menawarkan cara bayar yang meringankan, mulai dari diskon harga, depe kecil bisa dicicil, bebas biaya, sampai subsidi bunga. Modal membeli (investasi) properti pun sangat minimal. Jadi, siapa bilang investasi properti tidak menguntungkan dalam situasi pasar seperti sekarang?
Tertutupi kenaikan harga
Sebagai contoh, bila berinvestasi dalam lima properti inden sekaligus, anda hanya perlu modal depe rata-rata 10-15 persen saja. Sebelumnya modal depe itu rata-rata 35 persen, karena untuk setiap fasilitas kredit hingga maksimal tiga fasilitas (regulasi LTV 2013) uang mukanya minimal 20–50 persen tergantung tipe properti dan jenis kredit. Jadi, kini untuk investasi lima rumah seharga rata-rata Rp300 juta per unit atau total Rp1,5 miliar, anda hanya perlu merogoh depe Rp150–225 juta.
Bahkan, bila membeli properti di proyek developer yang bermitra dengan bank yang menyalurkan KPR, depe-nya bisa lebih rendah lagi. CIMB Niaga misalnya, awal Agustus lalu melansir promo KPR dengan depe lima persen khusus untuk pembelian properti di 102 proyek yang dikembangkan enam grup usaha besar di seluruh Indonesia. Dengan KPR 20 tahun, bunga pasar efektif floating saat ini yang rata-rata 11-12 persenan per tahun, cicilannya sekitar Rp15-16 juta/bulan dengan depe 5 persen atau Rp75 juta.
Supaya angsurannya turun, anda bisa mengambil bunga promo katakanlah 6 persen per tahun fixed 5 tahun seperti banyak ditawarkan bank saat ini. Cicilan itu pun turun menjadi Rp10 juta/bulan selama 5 tahun pertama. Memang, kenaikan harga properti saat ini hanya 7–10 persen per tahun. Tapi, dengan asumsi kenaikan rata-rata 7 persen saja, awal tahun ke-6 nilai properti anda yang Rp1,5 miliar itu akan mencapai sekitar Rp2,2 miliar atau meningkat Rp700 juta sebelum dikurangi pajak, bea, dan biaya jasa saat dijual.
Namun, itu tetap jauh lebih menguntungkan dibandingkan pendapatan bunga deposito dan SBR, karena anda hanya mengeluarkan modal awal Rp75 juta, ditambah total cicilan Rp600 juta selama lima tahun yang dibayar bertahap setiap bulan, tidak sekaligus. Bandingkan kalau dana Rp675 juta itu langsung ditaruh di muka di deposito dengan bunga bersih 24 persenan selama lima tahun atau SBR dengan kupon bersih 34 persenan, hasilnya hanya Rp162 jutaan (deposito) atau Rp230 jutaan (SBR).
Memang, setelah tahun ke-5 cicilan KPR akan melonjak mengacu ke bunga pasar efektif floating yang 11–12 persenan itu, atau lebih tinggi kalau saat itu bunga pasar naik. Tapi, kita bisa mensiasati situasi itu dengan melunasi kredit setelah masa bunga promo berakhir. Biasanya bank memberikan masa tenggang 1-3 tahun setelah masa bunga promo berakhir, baru debitur boleh mempercepat pelunasan kredit. Percepatan pelunasan selama masa tenggang dikenakan denda. Tapi, itu bukan masalah, karena dendanya hanya 2-3 persen dari saldo kredit, lebih rendah dibanding lonjakan bunga dari bunga promo ke bunga efektif floating.
Momen tepat
Bank BCA yang sejak April 2018 menawarkan promo KPR dengan bunga 5,88 persen per tahun fixed tiga tahun misalnya, menentukan minimal tenor tiga tahun setelah masa bunga promo fixed itu berakhir. Karena itu Felicia Mathelda Simon, Executive Vice President Consumer Credit Business Bank BCA, menyatakan, saat ini merupakan momen yang tepat bagi konsumen mewujudkan pembelian rumah atau berinvestasi dalam properti.
Sebelumnya Head of Retail Banking Product CIMB Niaga Budiman Tanjung menyebutkan, berinvestasi dalam properti yang dibeli secara kredit menurut regulasi, situasi pasar, dan aneka insentif yang ditawarkan bank saat ini sangat menguntungkan. “Harganya pasti akan meningkat signifikan. Kebutuhan rumah di Indonesia masih tinggi,” ujarnya.
Yang penting properti diperlakukan sebagai investasi jangka panjang (lebih dari lima tahun), bukan investasi dengan hasil instan atau spekulatif. Betul, properti tidak bisa serta merta diuangkan. Untuk mengatasinya, pilih beberapa properti dengan harga yang terjangkau kebanyakan orang sebagai investasi, ketimbang satu properti dengan harga tinggi yang pasarnya terbatas. Kemudian pastikan harga properti yang dibeli wajar. Cara paling mudah, bandingkan harga properti inden yang ditawarkan pengembang dengan harga properti sekelas (tipe, lokasi, fasilitas, kualitas pengembangan) yang seken atau sudah jadi tapi masih fresh (usia bangunan 4-5 tahun setelah serah terima).
Perbandingan menurut cara bayar yang sama: harga tunai dengan harga tunai, harga KPR dengan harga KPR. Kalau harga properti inden tidak lebih tinggi dari 10 persenan, harga yang ditawarkan pengembang masih wajar. Bila lebih dari itu, lebih baik membeli rumah seken yang masih fresh. Dalam situasi pasar sangat butuh likuiditas (BU) seperti sekarang, jangan ragu menawar harga rumahnya serendah mungkin sehingga kelak lebih mudah lagi dijual.