Schneider Tawarkan Efisiensi Energi “Data Center” Hingga 30 Persen

Saat ini dunia tengah dihadapkan dengan gelombang internet berikutnya atau internet of things (IoT), yang bukan hanya menghubungkan antar manusia tapi juga manusia dengan perangkat/mesin. Diperkirakan lima miliar manusia akan terkoneksi dengan 30-50 miliar benda dan mesin, atau secara tidak langsung akan lebih banyak perangkat yang terhubung dengan manusia dibandingkan manusia dengan manusia pada tahun 2030.
Perkiraan itu mengemuka di ajang Schneider Electric Innovation Day 2019 bertema “Powering and Digitizing the Economy” di Jakarta, 4-5 April 2019. Schneider Electric Indonesia (SEI) merupakan perusahaan global dalam transformasi digital untuk pengelolaan energi dan otomasi.
Melalui ajang itu Schneider mengajak para pelaku industri dan ahli teknologi informasi untuk lebih mengenal kebutuhan manajemen data perusahaannya, dan mengambil langkah strategis dalam pengelolaan data center untuk memanfaatkan peluang ekonomi digital secara maksimal.
“Dengan semakin terhubungnya manusia dan perangkat, akan ada lonjakan data dan konsumsi energi yang makin besar. Jadi, dibutuhkan pengelolaan yang dapat mengubah data menjadi informasi berguna untuk pengambilan keputusan yang lebih tepat sasaran, selain pengelolaan energi yang berdampak langsung pada efisiensi biaya, operasional, dan peningkatan produktivitas,” kata Xavier Denoly, Country President SEI, melalui siaran pers di Jakarta, Jumat (5/4/2019).
Pertumbuhan pasar data center di Indonesia meningkat dua kali lipat sejak tahun 2015 hingga 2018 dan akan terus bertumbuh. Karena itu Schneider memperkenalkan solusi Hybrid Cloud untuk memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan data, yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan kapasitas dan anggaran perusahaan. Berbagai pilihan data center telah tersedia di pasaran yang memungkinkan manajemen perusahaan dan staf teknologi informasi (TI) mengombinasikan pengelolaan datanya, baik dengan sistem centralized data center on premise, cloud, maupun local edge data center.
Perusahaan perlu mengenali kebutuhan pengelolaan data supaya bisa disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik bisnisnya. Perusahaan yang tidak memiliki banyak cabang bisa saja cukup dengan data center on premise yang tersentralisasi di kantor pusat dan cloud. Namun perusahaan ritel seperti perbankan dan institusi pemerintahan yang memiliki kantor-kantor di daerah, mungkin perlu mengombinasikan centralized data center on premise, local edge data center, dengan cloud untuk memastikan kelancaran arus lalu lintas data dan menghindari latensi data.
Yana Achmad Haikal, Vice President of Secure Power Division SEI menambahkan, perusahaan memiliki tantangan mengenali kebutuhan pengelolaan datanya dan memastikan ketahanan dan keberlangsungan operasional di dalam ekosistem data center yang makin kompleks. Mereka mau tak mau harus menerapkan strategi pengelolaan energi yang lebih andal dan efisien dalam satu platform.
“Kegiatan data center membutuhkan pemantauan 24/7 mulai dari pasokan listrik, pengaturan suhu, kelembaban udara, hingga identifikasi potensi kerusakan perangkat. Kami memiliki ExoStruxure IT, arsitektur terbuka berbasis IoT untuk manajemen data center. Teknologi artificial intelligence dan machine learning-nya memungkinkan konsolidasi data dari berbagai aset infrastruktur data center di pusat cloud dan memberikan analisa prediktif dan proaktif untuk pengambilan keputusan secara real time. Infromasinya dapat diakses dari jarak jauh melalui gadget atau PC,” jelasnya.
Data center merupakan salah satu dari empat sektor yang menjadi fokus Schneider Electric di Indonesia selain sektor bangunan, industri, dan manufaktur. Sekitar 80 persen pelanggan korporasi Schneider di segmen data center telah memanfaatkan EcoStruxture IT itu. Dengan teknologi itu, perusahaan dapat meningkatkan efisiensi energinya hingga 30 persen, meningkatkan pengelolaan infrastruktur, dan mengurangi risiko kendala listrik hingga 30 persen, serta menurunkan biaya operasional hingga 20 persen.