Sabtu, September 6, 2025
HomeBerita PropertiLaba Bersih Bank BTN dari Pendapatan Bunga dan Efisiensi Operasional

Laba Bersih Bank BTN dari Pendapatan Bunga dan Efisiensi Operasional

Bank BTN terus memupuk rasio cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) sebagai persiapan menghadapi penerapan ketentuan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 71 tahun depan sebagai ganti PSAK sebelumnya.

PSAK 71 mengharuskan bank-bank membuat pencadangan sejak awal kredit disalurkan (expected loss), bukan hanya saat kredit sudah bermasalah (incurred loss). Jadi, bank harus menyediakan CKPN berdasarkan perkiraan kerugian dari kredit yang disalurkan dalam 12 bulan ke depan. Makin besar perkiraan potensi kredit akan bermasalah, kian besar pencadangan yang harus dilakukan.

Tujuan standar akuntasi baru itu, membuat bank lebih tahan terhadap krisis mengingat tantangan ekonomi moneter dewasa ini yang kian kompleks. Hanya saja, ketentuan tentang CKPN itu berdampak atau menggerus laba bersih perseroan dan menurunkan rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR)-nya.

Menurut Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama Bank BTN Oni Febriarto, BTN berkomitmen untuk terus meningkatkan rasio pencadangan dan berhasil mengerek nilai CKPN sebesar 21,34 persen secara tahunan dari Rp1,79 triliun menjadi Rp2,18 triliun per September 2019.

“CKPN perusahaan naik ke level 52,67 persen pada September 2019 dari periode yang sama tahun lalu 38,58 persen. Dengan peningkatan alokasi ke CKPN tersebut, laba bersih kami berada di posisi Rp801 miliar pada kuartal ketiga tahun ini. Targetnya akhir tahun ini CKPN akan terus naik ke level 70 persen,” katanya melalui siaran pers di Jakarta, Jumat (15/11/2019).

Peningkatan laba disumbang pendapatan bunga selain efisiensi yang dilakukan perusahaan. Pendapatan bunga tercatat melaju di atas kenaikan penyaluran kredit di tengah tren penurunan bunga acuan Bank Indonesia (BI). Pendapatan bunga Bank BTN tercatat naik 17,97 persen secara tahunan atau Rp19,32 triliun dari sebelumnya Rp16,38 triliun.

Bank BTN juga berhasil melakukan efisiensi dengan pertumbuhan biaya operasional di luar CKPN hanya 1,3 persen per September 2019, di bawah kenaikan biaya operasional di luar CKPN tahun 2018 sebesar 11,2 persen. Pertumbuhan biaya operasional itu juga jauh di bawah kenaikan nilai aset sebesar 16,1 persen.

Kenaikan pendapatan bunga itu ditopang penyaluran kredit yang naik 16,75 persen dari Rp220,07 triliun per September 2018 menjadi Rp256,93 triliun pada September 2019, ditopang antara lain oleh peningkatan penyaluran KPR subsidi 25,54 persen dari Rp88,92 triliun menjadi Rp111,64 triliun.

“Kami masih akan menerapkan prinsip kehati-hatian yang tinggi untuk terus memperbaiki kualitas penyaluran kredit kami. Untuk tahun 2019 sendiri kami menargetkan pertumbuhan kredit yang sangat realistis di angka 8-10 persen. Untuk penyaluran kredit perumahan hingga saat ini sudah mencapai 610.526 unit senilai Rp50,74 triliun atau 76,31 persen dari target 2019 sebesar 800 ribu unit,” jelas Oni.

Berita Terkait

Ekonomi

Belasan Investor Kazakhstan Lirik IKN

Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia...

Program Perumahan Salah Satu yang Diharapkan Buka Lapangan Kerja

Pemerintah terus menjalin kolaborasi dengan pelaku usaha untuk membuat...

Menko Airlangga Minta Pengusaha Tahan PHK dan Buka Program Magang Berbayar untuk Sarjana Baru

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto meminta para pengusaha...

Berita Terkini