HousingEstate, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) teleh meneken Peraturan Pemerintah (PP) No. 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) pada 20 Mei lalu. PP Tapera ini merupakan turunan dari UU Tapera No. 4 Tahun 2016 yang disusun sebagai amanat dari UU No. 1 Tahunn 2011 tentang perumahan dan kawasan permukiman.

PP Penyelenggaraan Tapera selanjutnya menjadi landasan bagi Badan Pengelola (BP) Tapera untuk segera beroperasi dengan menghimpun dana dari setiap pekerja dan perusahaan sehingga bisa menyediakan dana murah jangka panjang yang berkelanjutan untuk pembiayaan perumahan yang terjangkau bagi setiap pesertanya. Setiap pekerja akan dipotong gajinya setiap bulan sebesar 2,5 persen dan dari pemberi kerja (perusahaan ) 0,5 persen sementara pekerja mandiri harus menyediakan iuran 3 persen. Singkatnya, Tapera bekerja dengan azas gotong royong.

Menurut Eko Ariantoro, Deputi Komisioner BP Tapera, dengan terbitnya PP Penyelenggaraan Tapera, dana Tapera yang berasal dari peserta eks Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil (Taperum PNS) menjadi saldo awal yang akan digunakan untuk PNS aktif. Saldo peserta ini akan dikelola menggunakan model kontrak investasi dan sebagian dialokasikan untuk pelaksanaan initial project pembiayaan perumahan bagi peserta Tapera.

“Untuk penghimpunan dana dari peserta baru, targetnya akan mulai dilaksanakan pada Januari 2021 mendatang. Pada awal tahun itu juga pemerintah akan mengalihkan dana KPR subsidi Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) ke dalam dana Tapera sesuai dengan amanat PP ini,” ujarnya dalam siaran pers yang diterbitkan di Jakarta, Kamis (4/6).

Sekali lagi, untuk tahap awal  program Tapera akan difokuskan untuk PNS peserta eks Taperum PNS maupun PNS baru. Pengelolaan Tapera ini diharapkan bisa dilakukan dengan tata kelola yang lebih transparan dan memberikan manfaat besar kepada pesertanya. Selanjutnya, perluasan kepersertaan akan dilakukan secara bertahap untuk pekerja dari kalangan BUMN, BUMD, BUMDes, TNI-Polri, pekerja swasta, hingga pekerja mandiri dan pekerja sektor informal.

Pemerintah akan memberikan kesempatan bagi pemberi kerja di sektor swasta untuk mendaftarkan pekerjanya paling lambat tujuh tahun setelah ditetapkannya PP Pengelenggaraan Tapera ini. PP ini juga mengatur proses pengelolaan dana Tapera yang mencakup kegiatan pengerahan, pemupukan, dan pemanfaatan untuk pembiayaan perumahan peserta.

Besaran potongan iuran sebesar 3 persen (pekerja dan pemberi kerja) ditetapkan sama dengan program jaminan sosial lainnya yaitu maksimal sebesar Rp12 juta. Selanjutnya simpanan peserta ini akan dikelola dan diinvestasikan oleh BP Tapera secara transparan bekerja sama dengan Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), bank kustodian, dan manajer investasi.

Peserta juga bisa memantau hasil pengelolaan simpanannya setiap saat melalui berbagai kanal informasi yang disediakan BP Tapera maupun KSEI. Peserta masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dengan penghasilan maksimal Rp8 juta dan belum memiliki rumah berhak untuk mengajukan manfaat pembiayaan perumahan dengan bunga  murah berdasarkan prioritas yang ditetapkan oleh BP Tapera sesuai dengan kriteria yang tercantum di dalam PP.

Peserta yang tidak memanfaatkan dana simpanannya untuk membeli, membangun, maupun merenovasi rumah bisa mengambil simpanan berikut hasil pemupukannya saat berakhirnya masa kepersertaan. Salah satu syarat peserta bisa mengambil manfaat Tapera yaitu setelah masa kepersertaan mencapai satu tahun. Tapera juga akan memberikan fleksibilitas pembiayaan dengan prinsip plafon kredit yang ditetapkan sesuai standar minimum rumah layak huni.

“Hadirnya Tapera ini diharapkan bisa mengatasi permasalahan pembiayaan perumahan termasuk mengurangi angka backlog dan bisa menjadi faktor pendorong menggeliatnya sektor perumahan. Tapera ini bisa mendorong pertumbuhann ekonomi dengan multiplier effect dari pembangunan perumahan dan penciptaan lapangan kerja. Program Tapera juga diharapkan bisa mendorong peningkatan inklusi keuangan di sektor pasar modal,” beber Eko.