Co-living Akan Makin Bersemi Pasca Pandemi

Konsep hunian bersama komunitas (coliving) diprediksi makin berkembang menjadi alternatif hunian bagi kaum muda milenial dan generasi di bawahnya. Tren ini berkembang untuk menyiasati harga rumah yang semakin mahal di perkotaan, sekaligus mengakomodasi gaya hidup milenial yang konon suka berkolaborasi dan berbagi dalam komunitas.
Coliving menyediakan unit-unit tempat tinggal seperti kos-kosan dengan mengedepankan desain kamar yang lebih stylish, dilengkapi furnitur dan fasilitas bersama seperti wifi internet berkecepatan tinggi, ruang kerja, living room, dan dapur yang bisa dipakai bersama. Para penyewa juga akan menjadi bagian dari komunitas dengan adanya kegiatan bersama secara reguler yang dilakukan dalam jejaring coliving.
Coliving dan transportasi massal
Jones Lang LaSalle (JLL), perusahaan riset dan manajemen properti global, menyebutkan, cepatnya proses urbanisasi telah mengubah cara berhuni dan tempat tinggal manusia. Penerimaan masyarakat terhadap prinsip ekonomi saling berbagi (shared economy) mendorong munculnya hunian alternatif, selain karena makin tingginya harga rumah di perkotaan.
Co-living atau kos-kosan dengan fasilitas bersama, masih sangat baru di Indonesia tapi potensinya sangat menjanjikan. Menambahkan kos-kosan atau kamar sewa dalam properti yang dimiliki dalam berbagai rentang harga dan kualitas, merupakan konsep yang sudah terbentuk dengan baik di Indonesia. Selain itu populasi kalangan muda yang besar, dan pembangunan transportasi massal juga akan menjadi pendorong pengembangan konsep coliving.
“Ke depan konsep co-living akan makin potensial dengan beroperasinya MRT dan LRT di Jakarta dan sekitarnya (IJabodetabek). Beberapa pengembang akan terus menjajaki kemungkinan mengembangkan hunian di titik-titik strategis di kawasan transportasi massal itu. Berkurangnya waktu perjalanan akan meningkatkan minat masyarakat memilih lokasi-lokasi itu sebagai hunian, dan ini akan direspon pengembang,” kata James Taylor, Head of Research JLL Indonesia.
Kolaborasi Cove-Lippo
Cove, salah satu perusahaan rintisan co-living yang berpusat di Singapura, pertengahan Desember 2020 misalnya, mulai memasuki pasar Indonesia. Cove baru saja menerima pendanaan seri A sebesar USD4,6 juta dari konsorsium pemodal yang dipimpin Keppel Land, grup usaha real estate yang menjadi bagian dari konglomerasi bisnis Keppel Corporation (Singapura). Cove memperluas layanan dari Singapura ke Jakarta dan sudah memiliki 550 kamar yang tersebar di kedua kota tersebut sejak berdiri tahun 2018.
Proyek terbesar Cove saat ini di Indonesia adalah co-living khusus untuk mahasiwa termasuk yang pertama di Asia Tenggara. Cove bekerja sama dengan Lippo Group mengoperasikan 138 kamar di kawasan Karawaci, Tangerang (Banten). Sebelumnya, Cove sudah memasarkan co-living berisi sejumlah kamar di kawasan Senopati, Jakarta Selatan. “Co-living di Indonesia memang mengacu pada pasar kos-kosan yang sudah lebih dulu berkembang,” ujar co-founder dan CEO Cove Guillaume Castagne. Cove menargetkan peningkatan layanan dua kali lipat dengan menghadirkan 1000 kamar hingga beberapa tahun depan, selain melakukan ekspansi ke pasar lain di Asia Tenggara seperti Vietnam dan Filipina.
Saat ini tarif sewa termurah co-living yang dikembangkan Cove di Indonesia Rp3,5 juta hingga Rp8 juta per unit per bulan. Cove melayani konsumennya dalam satu platform digital untuk memulai penyewaan hingga melakukan pembayaran. Ke depan Cove juga akan menggunakan teknologi AI (artificial intelligent) untuk membantu penyewa menemukan teman sekamar yang cocok, dengan mencocokkan kebiasaan, nilai, dan minat yang dimiliki masing-masing.
Properti yang masuk dalam jaringan Cove sudah fully-furnished, dan dilengkapi dengan fasilitas seperti koneksi internet berkecepatan tinggi, dan housekeeping yang sudah termasuk dalam harga kamar. Kontrak sewa fleksibel mulai dari masa tinggal yang singkat serta tidak ada biaya agen.
Panorama dan Rukita
Perusahaan rintisan (start up company) lokal yang sudah lebih dulu memasuki pasar co-living adalah The Palapa Group, dengan proyek perdana Panorama Residence sejak September 2015. Palapa membidik kawasan Jatinangor, Jawa Barat, sebagai lokasi co-living dengan pertimbangan dekat dengan kampus Universitas Padjadjaran, Institur Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Institut Manajemen Koperasi Indonesia (Ikopin), dan Institut Teknologi Bandung (ITB).
Palapa mengharapkan proporsi penyewa yang ideal dalam co-living-nya seperti sebuah coworking space. Yaitu, 30 persen founder startup dan investor, 40 persen pekerja profesional, dan 30 persen pelajar/mahasiswa.
Ada juga co-living Rukita yang sudah mengelola lebih dari 2000 kamar di megapolitan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek). Rukita berkomitmen untuk hanya menyewakan kamar secara bulanan guna menghindari penyalahgunaan oleh penghuni. Tarif per kamar berbeda-beda tergantung lokasi. Mulai dari Rp2,3 juta per bulan sudah termasuk listrik, internet, keamanan 24 jam, concierge, dan pembersihan kamar minimal dua kali seminggu. Tersedia juga paket premium sudah termasuk perlengkapan yang dibutuhkan, mulai dari shampo, sabun, sikat gigi, pasta gigi, tisu, handuk, air minum, microwave, kompor, peralatan masak, peralatan makan, dan lain-lain.
Pilihan Baru Investor
Tren co-living juga memberi pilihan baru bagi investor dan pemilik properti untuk menghadapi permasalahan lambatnya pertumbuhan harga dan imbal hasil yang rendah dari sistem sewa tradisional. Operator co-living membuka kerja sama dengan pemilik rumah, ruko, kos-kosan, dan unit apartemen untuk dikelola dengan sistem bagi hasil.
Rukita misalnya, menjanjikan penghasilan lebih dari lima tahun dengan fasilitas marketing, pemeliharaan gedung, penyediaan fasilitas, dan pelayanan penghuni. Rukita akan melakukan upgrade desain interior unit propertinya untuk membuatnya jadi lebih modern dan bergaya.
Cove juga mengklaim mampu meningkatkan efisiensi ruang propertinya, dan menciptakan produk yang sesuai dengan minat pasar milenial dan Gen-Z yang sedang berkembang. Di masa pandemi co-living diklaim berhasil mempertahankan tingkat penyewaan yang stabil. Bahkan, pada beberapa kasus penyewaannya meningkat, karena adanya kebutuhan terhadap sistem sewa tempat tinggal yang lebih fleksibel di tengah kondisi ekonomi yang tidak menentu.
“Co-living mengunggulkan sistem sewa fleksibel, sehingga yang penghasilannya tidak menentu akibat pandemi bisa beralih ke sini,” kata Rizky Kusumo, Country Director Cove Indonesia.