Minggu, September 7, 2025
HomeBerita PropertiKamu Harus Investasi Agar Tetap Bisa Unjuk Gigi

Kamu Harus Investasi Agar Tetap Bisa Unjuk Gigi

Dalam beberapa tahun sebelum pandemi, banyak riset dilakukan aneka institusi mengenai kaum milenial (lahir awal tahun 1980 sampai menjelang tahun 2000) untuk mengetahui preferensi mereka. Penelitian mengenai generasi langgas itu, juga generasi setelah mereka, memang penting, karena pengaruh mereka yang kian besar terhadap berbagai aspek kehidupan termasuk bisnis dan ekonomi. Tapi, hasil riset mengenai millennials itu kadang kontradikif.

Misalnya, sebuah riset dari Alvara, menyatakan 54% milenial menjadikan rumah dan membahagiakan orang tua sebagai prioritas mereka. Disusul menjadi orang tua yang baik (48,4%), jadi pengusaha (32,1%), punya pekerjaan dengan gaji tinggi (29,4%), jadi orang kaya (24,9%), dan seterusnya.

Namun, anehnya hanya 2,2% dari penghasilan mereka yang digunakan untuk investasi, 3,3% untuk mencicil utang, dan 6,8% untuk asuransi (kesehatan, jiwa, pendidikan, dan lain-lain). Bandingkan dengan pengeluaran untuk internet (6,8%), telepon (6%), dan hiburan (8%). Sebanyak 51% penghasilan mereka habis untuk pengeluaran rutin, hanya 10% yang ditabung. Jangan heran, saat ini baru 35% milenial yang sudah punya rumah sendiri.

Tidak salah kalau riset itu menyebutkan, bagi kaum milenial kebutuhan pokok itu adalah sandang, pangan, dan colokan (ponsel), bukan papan ditambah pendidikan dan kesehatan. Padahal, menurut ekonom dan ahli properti Heru Narwanto , bagi milenial, investasi itu wajib. Dan, prioritas pertama investasi itu harusnya properti (rumah). “Soalnya, properti itu satu-satunya investasi yang bisa langsung dinikmati,” katanya. Artinya, kendati maksud kamu membeli sebuah rumah untuk dihuni sendiri, secara otomatis kamu berinvestasi karena nilai rumah itu terus meningkat, bukan makin merosot.

Supaya tidak terlalu mengganggu gaya hidup, perencana keuangan Aidil Akbar Madjid dalam sebuah wawancara dengan housingestate.id menyarankan milenial membeli rumah yang murah dulu, seperti apartemen tipe studio seharga Rp200–300 jutaan. “Nanti setelah beberapa tahun dan punya anak, apartemennya bisa dijual. Hasilnya bersama tabungan bisa dipakai sebagai modal membeli rumah tapak,” katanya.

Ia menambahkan, untuk berinvestasi milenial memang harus memaksakan diri menyisihkan sebagian penghasilannya, setidaknya 15% per bulan atau 30% kalau ada cicilan kredit rumah. Sisanya 70% untuk biaya hidup termasuk tabungan dan nongkrong atau traveling.

Selain sebagai investasi yang bisa langsung dinikmati, rumah juga memberikan kebanggaan dan gengsi (pride of ownership), selain efektif sebagai agunan kredit dan menahan inflasi. Jadi, dengan berinvestasi dalam rumah, setelah tua nanti kamu tetap bisa unjuk gigi, di dunia maya atau kehidupan nyata.

 

Contoh hitungannya

Untuk itu kamu hanya perlu modal depe 10%. Bahkan, bila membeli rumah di proyek developer yang bermitra dengan bank penyalur KPR, depe-nya bisa lebih rendah lagi. Anggap saja kamu membeli rumah inden seharga Rp300 juta dengan depe 5% dicicil lima bulan. Itu berarti setiap bulan kamu hanya mengangsur depe Rp3 juta. Dengan KPR 20 tahun, bunga pasar rata-rata 12% per tahun, cicilannya Rp3,1 juta/bulan.

Untuk meringankan, kamu bisa mencari bunga promo, katakanlah 7% per tahun fixed 5 tahun seperti banyak ditawarkan bank saat ini. Cicilan rumah itu pun turun jadi Rp2,2 juta/bulan selama 5 tahun pertama. Dengan asumsi kenaikan harga rumah rata-rata 8% saja per tahun karena kondisi pasar yang belum bersahabat, awal tahun ke-6 nilai rumah yang Rp300 juta itu akan mencapai Rp450 juta sebelum dikurangi pajak dan lain-lain.

Investasi itu tetap jauh lebih menguntungkan dibandingkan pendapatan bunga deposito dan surat utang negara (SUN). Alasannya, untuk investasi itu kamu hanya butuh modal awal Rp15 juta plus biaya KPR katakanlah menjadi Rp28 juta, ditambah total cicilan Rp132 juta selama lima tahun yang diangsur per bulan, tidak sekaligus.

Bandingkan kalau dana Rp160 juta itu ditaruh di deposito dengan bunga bersih 24% selama lima tahun, atau SUN dengan kupon bersih 34%, hasilnya hanya Rp38,5 juta atau Rp54,5 juta. Dana Rp160 juta itu juga harus disetor sekaligus di muka.

Memang, setelah tahun ke-5 cicilan KPR akan melonjak mengacu ke bunga pasar yang 12% itu, atau lebih tinggi kalau saat itu bunga pasar naik. Tapi, kamu bisa mensiasatinya dengan menjual rumah dan melunasi kredit setelah masa bunga promo berakhir. Memang, percepatan pelunasan kredit dikenai penalti. Tapi, nilainya hanya 2-3% dari saldo kredit, lebih rendah dibanding lonjakan bunga promo KPR ke bunga pasar itu.

 

Berita Terkait

Ekonomi

Belasan Investor Kazakhstan Lirik IKN

Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia...

Program Perumahan Salah Satu yang Diharapkan Buka Lapangan Kerja

Pemerintah terus menjalin kolaborasi dengan pelaku usaha untuk membuat...

Menko Airlangga Minta Pengusaha Tahan PHK dan Buka Program Magang Berbayar untuk Sarjana Baru

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto meminta para pengusaha...

Berita Terkini