Urban Forum: Proyek Real Estate Mau Tak Mau Harus Ramah Lingkungan

Pengembangan proyek real estate ke depan mau tak mau harus mengadopsi konsep ramah lingkungan (green). Pasalnya, perubahan iklim kian nyata dan sudah dirasakan bersama dampak buruknya oleh umat manusia saat ini. Yaitu kenaikan suhu bumi yang tinggi dengan berbagai ikutannya: hujan yang makin ekstrim, kekeringan di banyak wilayah, longsor dan banjir yang kian besar, cuaca yang makin sulit ditebak, gagal panen, dan lain-lain. Penyebab utamanya, emisi gas rumah kaca akibat penggunaan energi fosil yang berlebihan. Indonesia adalah penyumbang emisi nomor 6 terbesar di dunia setelah China, Amerika Serikat, India, Rusia, dan Jepang.
Karena itu penting sekali bagi semua pihak termasuk sektor bisnis berpartisipasi mengurangi penggunaan energi (energy efficiency) itu, bila ingin bumi ini tetap nyaman ditinggali. Terlebih bisnis real estate, karena real estate merupakan bisnis yang mengkonversi lahan terbuka dan vegetasi menjadi perkerasan (bangunan). Bangunan adalah penyumbang emisi terbesar, mencapai 39% dengan 11% berasal dari bahan bangunan dan 28% dari konstruksi bangunan.
“Ke depan proyek developer (real estate) memang mau tak mau harus hijau,” kata Ikang Fawzi, Wakil Ketua Umum Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) dalam Urban Forum Gathering and Tree Planting 2023 yang diadakan di Kampung Hutan Organik, Desa Cipendawa, Megamendung, Kabupaten Bogor (Jawa Barat), Rabu (13/12/2023). Rosita, pemilik Kampung Hutan Organik, menyatakan, Kampung Hutan Organik dimulai dari kaveling yang sudah gundul dan kering seluas 2000 m2. Tahun 2000 keluarganya memulai penanaman aneka jenis pohon dari seluruh Indonesia di lahan tersebut. Dua dekade kemudian lahan di kawasan Puncak itu sudah menjadi hutan lebat disertai sebuah situ alami. Luas areal hutannya pun kini sudah mencapai 30 hektar.
Dalam acara berupa diskusi bertajuk “Menggenjot Pasar Milenial dan Kelestarian Lingkungan” yang disertai aksi penanaman pohon oleh para pembicara, sponsor, dan para wartawan itu, turut berbicara Senior Vice President Consumer Loan BCA Melani Megawati, Wakil Ketua Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI) Moh Solikin, dan M Gali Ade Novran dari Stellar Property.
Menurut Ikang, pasar ke depan akan makin menuntut proyek real estate yang hijau atau berkelanjutan (sustainable development). Kalau konsumen dulu mencari rumah lebih memerhatikan aspek keindahan bentuk serta keamanan dan kenyamanan, konsumen saat ini yang didominasi kaum milenial menghendaki hunian yang hijau. Yaitu, hunian dengan akses mudah ke transportasi massal, desainnya lebih mengedepankan pencahayaan dan sirkulasi udara alami, sumber air bersihnya dari air permukaan, ruang terbuka hijaunya cukup, serta didukung dengan smarthome system dan solar panel.
Ikang mengakui, perubahan merupakan ancaman bagi sebuah bisnis. Tapi pebisnis mau tak harus meresponnya kalau mereka ingin tetap eksis, dan generasi di belakang mereka tetap bisa hidup dengan baik di muka bumi ini. “Sustainable development itu sudah jadi tren dunia. Mau tak mau pengembang real estate harus mengakomodasinya, tidak bisa tidak. Sayangnya, sampai sekarang kebijakan dan regulasi pemerintah belum suitable (mendukung) terhadap ekonomi hijau,” ujarnya.