Raja Kredit Rumah Tergantung Dana Murah

Sekuritisasi
Ada cara lain BTN mendapatkan dana murah. Yaitu, dengan menerbitkan Efek Beragun Aset (EBA) melalui sekuritisasi aset KPR-nya di pasar modal oleh PT Sarana Multigriya Finansial (SMF). Jadi BTN tidak perlu effort besar seperti sekarang untuk mendapatkan DPK. Bisa langsung potong kompas ke SMF, sehingga dananya bisa lebih murah yang berujung pada bunga KPR yang lebih rendah. Dengan modal disetor saat ini Rp12,8 triliun, leverage KPR yang bisa ditransaksikan SMF bisa mencapai 20 kali atau sekitar Rp250 triliun!
Hanya, memang selama ini bank-bank termasuk BTN tidak terdorong melakukan sekuritisasi karena terkendala aneka regulasi. Dalam Arsitektur Perbankan Indonesia (API) misalnya, “size is matter”. Jadi bank enggan menjual KPR-nya karena akan menurunkan asetnya. Apalagi yang disekuritisasi pasti aset-aset KPR berkualitas tinggi yang akan mempengaruhi kinerja keuangannya. Sejauh ini hanya BTN yang cukup rutin melakukan sekuritisasi aset KPR. Tapi, nilainya masih sangat kecil untuk memulai pembentukan dana murah berjangka panjang. Selama 2009-2023 BTN tercatat melakukan sekuritisasi aset KPR senilai Rp13,4 triliun, atau rata-rata hanya Rp890 miliaran per tahun. Sifatnya pun lebih untuk menormalkan rasio penyaluran kredit atau loan to deposit ratio (LDR)-nya agar tetap selaras dengan ketentuan Bank Indonesia.
Padahal, kalau bank terdorong menjual aset KPR-nya, rasio KPR terhadap PDB bisa lebih cepat meningkat. Fungsi bank sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi pun terwujud. Dengan akselerasi penyaluran KPR yang lebih cepat, dampaknya terhadap sektor riil pun akan besar. Memang sekuritisasi aset KPR tidak serta merta akan menyediakan dana murah berjangka panjang. Perlu waktu dan proses. Mungkin untuk tahap awal jangka waktu EBA-nya hanya 3-5 tahun. Tapi, lama kelamaan dengan makin besarnya nilai sekuritisasi dan makin kulinonya pasar (investor di pasar modal) terhadap EBA, periode EBA-nya pun bisa lebih lama.
“Makin banyak transaksi yang menghasilkan aliran dana dari pasar modal ke sektor perumahan, sehingga mekanisme pasar yang efisien dan persaingan terbentuk, semua itu akan mendorong penurunan bunga KPR,” kata Erica. Ia menyebutkan, KPR di Amerika Serikat bisa sampai 30 tahun dengan bunga yang rendah karena SMF-nya sudah terbentuk sejak tahun 30-an. Jadi, investornya sudah kulino. “Investasi 30 tahun di EBA pun mereka secure karena ada kepastian, tidak terganggu gejolak bunga di pasar. Di kita saat ini memasarkan EBA lima tahun saja masih sulit,” jelasnya.
Ia menambahkan, tidak efisien bagi bank mengekep KPR-nya sampai lunas. Lima tahun pertama bank memang memperoleh pendapatan bunga yang besar dari KPR itu, sementara porsi pengembalian pokok utangnya sangat kecil. Tapi, setelah lima tahun porsi cicilan pokoknya mulai membesar, porsi pendapatan bunganya mengecil. “Saat itu biaya pengelolaan KPR hanya beda tipis dengan pendapatan bunganya. Jadi, sudah tidak efisien bagi bank ngekepin KPR-nya. Lebih baik KPR-nya dijual melalui SMF, sehingga bank bisa menyalurkan KPR baru yang pendapatan bunganya lebih besar,” terang Erica. Namun, ya itu, bank enggan menjual aset KPR-nya karena di perbankan Indonesia “size is matter”.