Kamis, Oktober 23, 2025
HomeBerita PropertiYang Berduit Tetap Investasi Tapi Bukan ke Properti

Yang Berduit Tetap Investasi Tapi Bukan ke Properti

Tahun lalu ekonomi (PDB) Indonesia hanya tumbuh 5,05%, turun dibanding 5,31% pada tahun 2022. Perlambatan ekonomi itu menurut Badan Pusat Statistik (BPS), antara lain karena melemahnya konsumsi masyarakat. Sepanjang 2023 konsumsi rumah tangga cuma tumbuh 4,82% dibanding 4,94% tahun 2022. Konsumsi rumah tangga adalah penyumbang terbesar pertumbuhan ekonomi, sekitar 55%, disusul investasi, belanja pemerintah, dan ekspor-impor.

Para ekonom menyatakan, melemahnya konsumsi rumah tangga itu karena kelas menengah atas mengurangi belanja, dan lebih memilih berinvestasi dalam surat berharga atau simpanan berjangka. BPS sudah sejak tahun lalu mencatat penurunan konsumsi kaum menengah atas tersebut. Terutama sejak mulai menghangatnya tensi politik dan meningkatnya suku bunga yang dipengaruhi oleh kenaikan bunga The Fed. Pada triwulan 4-2023 konsumsi rumah tangga hanya tumbuh 4,47% secara tahunan (YoY), dibanding 5,05% pada triwulan III-2023 (YoY). Sepanjang 2023 pun atau secara kumulatif (cumulative to cumulative/CtC) konsumsi rumah tangga hanya tumbuh 4,82% dibanding 4,94% tahun 2022.

Indeks Transaksi Belanja (Intrabel) BCA juga merekam tren penurunan belanja kaum menengah atas itu. Intrabel BCA mencatat, pertumbuhan konsumsi turun 3,95% secara tahunan per 25 Januari 2024. “Serupa pertumbuhan ekonomi atau PDB nominal, konsumsi (nominal kalangan menengah) terus turun,” kata Kepala Ekonom BCA David Sumual seperti dikutip CNBC awal pekan ini.

Merosotnya konsumsi masyarakat itu juga karena daya beli kaum menengah ke bawah yang rendah. Tapi, penurunan konsumsi paling dalam terjadi pada segmen menengah atas. Mereka lebih memilih berinvestasi, terutama dalam surat berharga dan deposito karena imbal hasilnya yang bagus menyusul kenaikan bunga acuan bank sentral. “Mereka lebih suka saving atau invest dibanding spending. Padahal, spending (konsumsi) kaum menengah atas mencakup sekitar 70 persen dari total spending (nasional),” jelas David.

Sebagian besar konsumsi kaum menengah atas berupa durable goods yang nilainya tinggi seperti kendaraan bermotor, properti, traveling, fashion, perhiasan, dan sejenisnya. Pendapat itu dibenarkan Pj Kepala BPS Amalia Adininggar. “Melambatnya konsumsi rumah tangga karena kelas menengah atas cenderung menahan belanja, dan mengalihkan dananya ke instrumen investasi seperti simpanan berjangka. Jadi, ada sedikit pergeseran dari spending ke investasi,” ujarnya.

Tahun politik dan ketidakpastian ekonomi menjadi pendorong kaum menengah atas menahan belanja, dan menaruh duitnya di instrumen investasi berupa surat berharga, bukan properti. Itulah kenapa sektor real estate tumbuh sangat rendah tahun lalu, hanya 1,43%. Menurut Menko Perekonomian Airlangga Hartarto kepada pers di Jakarta pekan lalu, orang kaya cenderung less spending kalau merasa ada ketidakpastian. “Mereka pilih menabung (duitnya),” katanya. Karena itu penting memberikan perasaan optimis kepada masyarakat, bahwa situasi ekonomi dan politik Indonesia tetap stabil termasuk dalam tahun politik ini.

“Proses politik saat ini harus berjalan lancar dan aman, sehingga orang tidak menunda investasi dan berani spending,” lanjutnya. Proses politik yang lancar, pergantian kepemimpinan yang mulus, dan penurunan bunga yang diisyaratkan BI bisa dilakukan medio tahun ini menyusul sinyal penurunan bunga The Fed dan rendahnya inflasi (2,57%), diharapkan menggairahkan lagi konsumsi masyarakat, termasuk dalam membeli properti.

 

Berita Terkait

Ekonomi

Berita Terkini