Sabtu, September 6, 2025
HomeNewsEkonomiBank Indonesia Naikkan Bunga Acuan BI Rate Jadi 6,25%

Bank Indonesia Naikkan Bunga Acuan BI Rate Jadi 6,25%

Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) 23-24 April 2024 memutuskan menaikkan bunga acuan BI-Rate sebesar 25 bps menjadi 6,25%. Sebelumnya selama enam bulan sejak Oktober 2023, BI rate bertahan di angka 6%. BI juga menaikkan suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 5,50%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 7,00%.

Menurut keterangan resmi Bank Indonesia (BI) yang dipublikasikan melalui Asisten Gubernur sekaligus Kepala Departemen Komunikasi Erwin Haryono kemarin, kenaikan bunga acuan itu dimaksudkan untuk memperkuat stabilitas nilai tukar Rupiah sebagai dampak memburuknya risiko global. Dolar AS hari ini tercatat Rp16.210, naik 0,37% dibanding kemarin. Bandingkan dengan kurs awal Januari 2024 yang baru sekitar Rp15.500.

Selain itu, jelas Erwin, keputusan BI tersebut juga sebagai langkah pre-emptive dan forward looking, untuk memastikan inflasi Indonesia tetap terjaga di kisaran 2,5 ± 1% tahun ini dan tahun depan, sejalan dengan stance kebijakan moneter yang pro-stabilitas. Sementara kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran tetap pro-pertumbuhan guna mendukung pertumbuhan ekonomi domestik yang berkelanjutan.

Kebijakan makroprudensial longgar juga terus ditempuh untuk mendorong penyaluran kredit/pembiayaan perbankan ke dunia usaha dan rumah tangga. “Kebijakan sistem pembayaran juga diarahkan untuk memperkuat keandalan infrastruktur dan struktur industri sistem pembayaran, serta memperluas akseptasi digitalisasi sistem pembayaran,” tulis Erwin.

Sebelumnya para ekonom berharap BI tetap mempertahankan BI rate 6%. Alasannya, kenaikan BI rate akan makin menekan konsumsi kelompok menengah yang sudah tertekan sejak tahun lalu, antara lain akibat relatif tingginya bunga bank. Naiknya BI rate dipastikan akan kian mengerek bunga bank, yang kemudian makin melemahkan konsumsi kelompok tersebut. Lemahnya konsumsi kelompok menengah terlihat antara lain dari anjloknya penjualan mobil dan sepeda motor pada triwulan I-2024, dan belum bergairahnya penyaluran kredit pemilikan rumah (KPR).

Di sisi lain BI tidak punya pilihan lain kecuali menaikkan BI rate untuk menjaga kurs rupiah yang anjlok, akibat meningkatnya tensi geopolitik global menyusul perluasan eskalasi konflik di Timur Tengah. Investor asing buru-buru menarik dana dari emerging market seperti Indonesia untuk dipindahkan ke dolar AS (safe haven), yang membuat rupiah terhempas. Sepanjang tiga hari pekan ketiga April lalu saja, lebih dari Rp21 triliun modal asing hengkang dari Indonesia.

Baca juga: Konsumen Optimis dengan Kondisi Ekonomi, Penjualan Eceran Tetap Kuat

BI memang bisa melakukan intervensi di pasar untuk mencegah pemburukan rupiah lebih jauh. Tapi, dalam istilah Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja kepada pers tiga hari lalu, saat ini permintaan US dolar juga sedang banyak. Antara lain karena musim libur Lebaran, pembagian deviden yang sebagian dinikmati investor asing yang mengalirkannya ke luar, impor barang modal karena dunia usaha mulai berkekspansi, dan lain-lain.

Jadi, intervensi itu hanya seperti membuang garam ke laut. Tidak ada artinya alias hanya menguras cadangan devisa. Karena itu menurutnya, kenaikan suku bunga acuan dapat menjadi pilihan supaya asing tertarik masuk membawa dolar AS, yang akhirnya memang ditempuh BI kemarin. Sebelumnya BI sudah melakukan triple intervention untuk menjaga nilai tukar rupiah yang memburuk dua minggu terakhir. Yaitu, intervensi terhadap pasar spot dan Domestic Non-Delivery Forward (DNDF), serta intrevensi berupa pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder. Namun, rupiah tetap terus melemah.

Berita Terkait

Ekonomi

Berita Terkini