Sabtu, September 6, 2025
HomeBerita PropertiBTN Usul Harga Rumah Subsidi Rp300 Juta, Bebas PPN Rp500 Juta

BTN Usul Harga Rumah Subsidi Rp300 Juta, Bebas PPN Rp500 Juta

Pembangunan 3 juta rumah atau 600 ribu unit per tahun bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang dicanangkan Presiden/Wakil Presiden Terpilih, sulit dicapai bila pendanaannya hanya mengandalkan APBN. Pemerintah perlu membuat terobosan. Misalnya, dengan menaikkan batasan harga jual rumah MBR menjadi Rp300 juta unit. Kemudian memberikan insentif bebas PPN dan/atau BPHTB terhadap rumah seharga hingga Rp500 juta/unit.

Usulan itu disampaikan Direktur Utama Bank Tabungan Negara (BBTN) Nixon LP Napitupulu, saat memaparkan kinerja keuangan BBTN Triwulan I-2024 di Jakarta, Kamis (25/4/2024). Saat ini batasan harga jual rumah subsidi ditetapkan pemerintah Rp166 juta-240 juta per unit tergantung wilayah. Rumah hanya bisa dibeli sebagai hunian pertama sekali seumur hidup oleh MBR berpenghasilan hingga Rp8 juta/bulan.

Pembelian mendapat subsidi berupa bunga KPR yang rendah (5%) fixed selama tenor kredit, bantuan uang muka Rp4 juta, plus free Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 11%, dan persyaratan uang muka yang ringan (dalam praktik 5-10%). Selain itu BBTN juga mengusulkan anggaran subsidi KPR dengan skim FLPP diubah menjadi subsidi KPR selisih bunga (KPR SSB).

Pada KPR FLPP subsidi diberikan dalam bentuk dana bergulir berbunga sangat lunak. Sumber dana dari APBN. Bank mencampur dana itu dengan dana yang dihimpunnya sendiri, sebelum menyalurkannya menjadi KPR FLPP dengan bunga fixed 5% per tahun. Bank kemudian mengembalikan dana FLPP itu ke pemerintah (BP Tapera) mengikuti pembayaran angsuran oleh debitur.

Sedangkan pada KPR SSB, pemerintah memberikan subsidi dengan membayar selisih bunga KPR subsidi dengan bunga KPR komersial ke bank penyalur KPR. Dananya tidak kembali lagi ke pemerintah. Misalnya, bunga KPR komersial 12%, sedangkan bunga KPR subsidi 5%, maka selisih bunga 7% menjadi tanggungan pemerintah yang dibayarkan ke bank penyalur KPR.

Nixon mencontohkan, pemerintah bisa menempatkan dana FLPP yang dianggarkan Rp19-25 triliun setiap tahun itu di SUN (Surat Utang Negara) dengan bunga 6% per tahun. “Hasil bunganya cukup untuk membiayai penyaluran 250 ribu KPR SSB per tahun,” katanya. Selain itu pemberian subsidi dibatasi maksimal 10 tahun. Bukan selama periode KPR 20 tahun seperti sekarang.

Baca juga: Jokowi Minta Tuntaskan Backlog, Begini Jawaban BTN

Dari pengalaman BTN menyalurkan KPR subsidi, ungkapnya, setelah 10 tahun penghasilan debitur sudah meningkat dan mampu mengakses KPR nonsubsidi. Dengan demikian anggaran subsidi bisa diberikan kepada lebih banyak MBR, sehingga anggaran yang ada makin memadai mendukung pencapaian target 600.000 rumah.
Nixon juga mengusulkan, jangkauan subsidi rumah diperluas ke kelompok masyarakat berpenghasilan di atas Rp8 juta sampai maksimal Rp12 juta atau Rp15 juta, yang disebutnya masyarakat berpenghasilan tanggung (MBT). Sedangkan batasan harga jual rumah subsidinya dinaikkan menjadi Rp300 juta. Rumahnya tipe 36-40 dua kamar dengan kualitas yang jauh lebih baik.

Bahkan, batasan rumah yang berhak mendapat pembebasan PPN bisa ditingkatkan hingga seharga Rp500 juta. Selain free PPN, rumahnya juga bisa diberi insentif free BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan). Nixon mengakui, semua ini baru usulan BBTN. Skema persisnya bisa didiskusikan. Yang jelas menurutntya, definisi MBR itu strategis dibahas ulang, mencakup juga MBT supaya mereka tidak tanggung lagi dan mampu membeli rumah.

“Ini akan merangsang developer membangun lebih banyak rumah subsidi dengan kualitas lebih baik. Pasar MBT itu besar,” ujar Nixon. Sekarang MBT yang tidak bisa membeli rumah subsidi, harus membeli rumah nonsubsidi dengan bunga kredit komersial. Padahal, selisih penghasilannya dengan batasan penghasilan MBR Rp8 juta mungkin tidak banyak. Akibatnya sampai sekarang banyak MBT yang belum punya rumah sendiri.

Berita Terkait

Ekonomi

Berita Terkini