The Hud Institute Usul Pembentukan “Bulog Papan” untuk Tekan Harga Rumah

Dalam upaya menjaga keseimbangan harga beras di pasar, pemerintah mengontrol pasokan dan permintaannya melalui Perum Bulog. Serupa dengan beras (pangan), papan atau rumah juga merupakan kebutuhan dasar rakyat yang harus dipenuhi pemerintah.
Karena itu The Housing and Urban Development (The HUD) Institute berpendapat, pemerintah juga perlu membentuk badan penyangga semacam itu di sektor perumahan atau Bulog Papan. Jika bahan pangan yang dikendalikan Bulog fokus pada beras, untuk papan fokusnya pada bahan bangunan strategis untuk rumah rakyat.
Sebutlah antara lain semen, baja tulangan dan kayu, komponen fabrikasi seperti komponen pracetak, bata (tanah liat atau beton ringan), serta rangka dan atap baja ringan. Yang penting terkait pembentukan Bulog Papan itu, adalah data akurat secara real-time menyangkut pasokan dan permintaan bahan-bahan bangunan tersebut.
“Saat ini data pasokan dan permintaan di sektor papan belum terlalu akurat. Usaha pembentukan badan penyangga seperti Bulog Papan akan memaksa terbentuknya sistem pendataan yang akurat,” kata Zulfi Syarif Koto, Ketua Umum The Hud Institute, dalam konferensi pers “Percepatan Pembangunan Perumahan Rakyat melalui Operasionalisasi BP3 di Serpong, Tangerang Selatan, Rabu (12/6/2024).
BP3 adalah Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan yang diamanatkan pembentukannya oleh UU No 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, dan UU No 20/2011 tentang Rumah Susun, yang kemudian dipertegas melalui UU Cipta Kerja serta Perpres Nomor 9/2021 tentang BP3.
Ia berbicara bersama Ketua Majelis Tinggi The Hud Institute Andrinof A Chaniago, serta dua Ketua Muhamad Joni dan Ade Armansyah. Menurut Zulfi, problem pengadaan rumah rakyat di Indonesia bukan hanya pembiayaan, tapi juga harganya yang meningkat cepat, yang berujung pada pembengkakan anggaran subsidinya.
Pemerintah bisa menekan peningkatan harga rumah itu seminimal mungkin. Antara lain melalui kontrol atas pasokan dan permintaan bahan bangunan utamanya. Kemudian memberikan insentif pajak. Dengan demikian harga rumahnya lebih terjangkau dan anggaran subsidinya tidak selalu membengkak.
Zulfi bercerita, di era Menteri Perumahan Rakyat (Menpera) Akbar Tandjung pertengahan 90-an, pemerintah pernah membuat program semen murah untuk perumahan subsidi.
“Semennya khusus sesuai spesifikasi rumah MBR (masyarakat berpenghasilan rendah). Program itu sudah berjalan, tapi tidak berlanjut karena keburu datang krismon (krisis moneter 1997-1998),” kata mantan Deputi Bidang Perumahan Kemenpera itu.
Baca juga: The Hud Institute: Segera Operasionalkan BP3 untuk Percepat Pengadaan Rumah Rakyat
Cara lain menekan peningkatan harga rumah rakyat itu adalah dengan menyediakan lahannya. Menurut Andrinof, ini masalah besar. Pasalnya, 70 persen penyediaan rumah ada di perkotaan. Padahal, di perkotaan stok tanah terbatas dan sudah tinggi harganya.
Salah satu solusinya, pemerintah menyediakan lahan-lahan eks perumahan negara, BUMN, BUMD, pemda, dan lain-lain untuk pembangunan rumah rakyat. “Bentuk rumahnya vertikal. Status huniannya bisa sewa atau hak milik selama jangka waktu tertentu,” jelas mantan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas itu.
Pengadaan tanah untuk perumahan rakyat itu akan lebih mudah dilaksanakan, karena bank tanah sudah berjalan. Karena itu pemerintah perlu segera mengoperasionalkan BP3 untuk melaksanakan gagasan-gagasan di atas.
Legalitas pembentukan lembaga nonstruktural itu sangat kuat dan sudah lengkap. Begitu pula regulasi turunan yang mengatur soal organisasi dan tata kerja sekretariat, serta tata cara pengangkatan dan pemberhentian badan pelaksana dan dewan pengawasnya, sudah komplit. “Tinggal mengeksekusinya,” pungkas Andrinof.