Sabtu, September 6, 2025
HomeNewsEkonomiPPN dan PPh Badan Anjlok, Tapi Pajak Penghasilan Melesat. Pertanda Apa?

PPN dan PPh Badan Anjlok, Tapi Pajak Penghasilan Melesat. Pertanda Apa?

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan, penerimaan perpajakan mencapai Rp1.028 triliun pada semester I-2024, atau 44,5 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024.

“Penerimaan perpajakan itu terkontraksi (menurun) 7 persen dibandingkan tahun lalu yang tercatat Rp1.105,6 triliun,” kata Menkeu dalam rapat kerja “Laporan Realisasi Semester I dan Prognosis Semester II APBN 2024” dengan Badan Anggaran DPR, di Jakarta, Senin (8/7/2024), seperti dikutip keterangan resmi Kemenkeu.

Menurut Sri Mulyani, kontraksi penerimaan perpajakan pada semester I-2024 itu, terutama dipengaruhi oleh penurunan Pajak Penghasilan (PPh) badan (perusahaan) karena merosotnya perolehan laba, dan penurunan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari kegiatan badan usaha karena meningkatnya restitusi.

Restitusi adalah pengembalian kelebihan bayar pajak oleh wajib pajak. “Aktivitas ekonomi masih bergerak, namun penerimaan pajaknya menurun karena adanya restitusi PPN. Jadi, PPh badan dan PPN yang kontribusinya terbesar (terhadap penerimaan perpajakan) mengalami tekanan,” kata Menkeu.

Selain itu menurun juga Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) 4,5 persen menjadi Rp288,4 triliun, dibanding semester I-2023 yang mencapai Rp302,1 triliun.

Penurunan PNPBP itu disebabkan oleh kontraksi PNBP di sektor migas 7,6 persen, akibat penurunan dalam lifting minyak dan gas. Sementara peneriman di sektor non-migas sangat dipengaruhi oleh penurunan harga batubara dan nikel yang signifikan.

Namun demikian, pada saat bersamaan Sri Mulyani menyebut PPh 21 melesat 28,5 persen secara bruto dan neto, yang mencerminkan peningkatan dalam aktivitas dan pendapatan karyawan perusahaan.

PPh Pasal 21 adalah pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima wajib pajak pribadi atas pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukannya di dalam negeri. Umumnya PPh 21 berkaitan dengan pajak terhadap penghasilan karyawan sebuah badan atau perusahaan.

Begitu pula PPh Orang Pribadi, meningkat 12 persen yang menunjukkan pertumbuhan dalam penghasilan perorangan.

PPh Orang Pribadi adalah pajak yang dikenakan kepada setiap orang yang menerima penghasilan dari berbagai aktivitas usaha dan profesi pribadinya.

Juga meningkat PPh Final sebesar 13,8 persen secara neto, yang menunjukkan adanya peningkatan transaksi deposito/tabungan, surat berharga, surat utang, konstruksi, real estate, dan penyewaan tanah/bangunan.

PPh Final adalah pajak penghasilan yang bersifat final yang dikenakan terhadap wajib pajak dengan kriteria tertentu. Tarif pajaknya 0,5 persen.

Objek PPh Final antara lain bunga deposito/tabungan/surat utang, penghasilan dari transaksi saham atau sekuritas, transaksi pengalihan/penyewaan tanah dan bangunan, serta usaha jasa konstruksi dan real estate.

Menkeu melaporkan, PPN impor juga masih tumbuh kendati tipis, sedangkan PPh 26 meningkat 4,8 persen secara neto dan 6,2 persen secara bruto.

Baca juga: Menkeu: Ekonomi Global Stagnan Lemah, Tapi Ekonomi Indonesia Masih Akan Tumbuh di Atas 5 Persen

PPN impor adalah kewajib pajak pengusaha yang bergerak dalam transaksi produk impor. PPh Pasal 26 adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diterima wajib pajak luar negeri dari Indonesia. Bentuk penghasilannya bisa gaji, bunga, dividen, royalti dan sejenisnya.

Menkeu menyatakan, dari data penerimaan pajak itu terlihat, tekanan penerimaan pajak bisa diidentifikasi terkait dengan penurunan harga komoditas dan restitusi. Sedangkan aktivitas ekonomi masih relatif terjaga kendati tetap harus diwaspadai di tengah ketidakpastian ekonomi global.

“Pertumbuhan positif masih terjadi di sektor jasa dan asuransi, konstruksi dan real estate, informasi dan komunikasi, serta transportasi dan pergudangan,” ungkap Sri Mulyani.

Yang mengalami kontraksi cukup dalam sektor pertambangan akibat penurunan harga komoditas, yang berdampak terhadap penerimaan PPh badan dan peningkatan restitusi. Kemudian industri pengolahan yang penerimaan pajaknya mengalami kontraksi 15,4 persen.

Berita Terkait

Ekonomi

Berita Terkini