Pemerintah Tambah Kuota FLPP, Tapi Hanya Menjadi 200 Ribu Unit

Pemerintah mengabulkan tuntutan para developer rumah subsidi untuk menambah kuota subsidi pemilikan rumah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dengan skim Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
Tahun ini pemerintah mengalokasikan subsidi FLPP itu untuk 166.000 rumah. Sampai 15 Agustus realisasinya menurut BP Tapera sudah mencapai 111.784 unit senilai Rp13,62 triliun. September kuota FLPP itu diperkirakan developer sudah habis.
Karena itu developer didukung Kementerian PUPR menuntut pemerintah menambah kuota FLPP tahun ini menjadi 220.000-250.000 unit, atau setidaknya sama dengan kuota tahun lalu sebanyak 226 ribu unit. Pemerintah memenuhi tuntutan developer itu, namun hanya 34 ribu unit menjadi total 200.000 unit.
Menurut Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, selain kelas menengah dengan memberikan insentif free PPN 100 persen untuk setiap pembelian properti baru, dukungan pemerintah juga diberikan bagi MBR atau kelas menengah bawah melalui penambahan kuota FLPP.
“Yaitu, dari (semula hanya) 166 ribu unit menjadi 200 ribu unit,” kata Airlangga dalam acara Dialog Ekonomi “Peran dan Potensi Kelas Menengah Menuju Indonesia Emas 2045”, yang diadakan sebagai rangkaian HUT Kemenko Perekonomian ke-58 di Jakarta, Selasa (27/8/2024).
Baca juga: Pengembang REI Desak Pemerintah Segera Tambah Kuota FLPP
Hadir dalam acara itu sejumlah mantan menko perekonomian seperti Dorodjatun Kuntjoro Jakti, Aburizal Bakrie, Darmin Nasution, Chairul Tandjung, serta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Wamenkeu Suahasil Nazara.
Dengan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) skim FLPP, MBR bisa membeli rumah subsidi secara kredit dengan bunga 5 persen saja per tahun selama maksimal 20 tahun. Selain itu MBR juga mendapat bantuan uang muka Rp4 juta plus free PPN.
Harga rumah subsidi saat ini dibanderol Rp166 juta sampai Rp240 juta per unit tergantung wilayah. Yang berhak membeli rumah subsidi, adalah konsumen yang belum punya rumah, belum pernah dapat subsidi perumahan, dan berpenghasilan maksimal Rp8 juta per bulan (khusus Papua maksimal Rp10 juta).