Bunga Acuan The Fed Turun, Penyaluran Kredit Makin Bergairah

Suku bunga bank sentral Amerika Serikat The Fed atau Fed Fund Rate (FFR), telah lama menjadi acuan suku bunga global. Ketika FFR naik atau turun, suku bunga global juga bergerak searah.
Banyak yang berharap September ini The Fed menurunkan bunga. Penurunan suku bunga FFR biasanya diikuti dengan peningkatan penyaluran kredit, karena biaya dana atau cost of funds menurun yang mendorong penurunan bunga bank.
Dampak lebih jauh, ekonomi menjadi lebih bergairah dan berpotensi tumbuh lebih tinggi. “Hal itu juga akan terjadi di Indonesia bila bunga The Fed menurun,” kata Dian Ediana Rae, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), melalui keterangan tertulis Minggu (15/9/2024).
Penurunan bunga kredit sebagai cerminan menurunnya biaya dana, juga akan berpengaruh positif bagi profitabilitas perbankan sekaligus menurunkan risiko kreditnya. Kolektibilits kredit menjadi lebih lancar dan rasio kredit bermasalah (NPL) berkurang.
Selain itu, penurunan FFR juga berdampak positif bagi emerging market seperti Indonesia, karena menderasnya aliran modal masuk (capital inflow) ke dalam negeri.
Capital inflow yang meningkat akan memperkuat nilai tukar rupiah dan meningkatkan ketersedian likuiditas yang mendukung pertumbuhan kredit.
“Berdasarkan hasil Survei Orientasi Bisnis Perbankan OJK (SBPO) Triwulan II-2024, secara umum perbankan menyatakan, penurunan bunga The Fed berdampak positif dan menstimulus pertumbuhan ekonomi global termasuk Indonesia,” ujar Dian.
Penurunan FFR akan mendorong penurunan BI-Rate, diikuti penurunan bunga simpanan oleh perbankan yang kemudian bertransmisi menjadi penurunan bunga kredit.
Dian menjelaskan, saat ini secara umum bunga simpanan di perbankan meningkat, yang didorong oleh peningkatan suku bunga acuan setahun terakhir.
Kendati demikian, pergerakan rerata suku bunga kredit cenderung flat, bahkan menurun dibandingkan tahun sebelumnya. “Bank lebih memprioritaskan menjaga kualitas kreditnya ketimbang menaikkan bunga (kendati profitabilitasnya jadi berkurang,” tutur Dian.
Penyaluran kredit perbankan sendiri masih tinggi, per Juli 2024 mencapai 12,4 persen, kendati likuiditas agak mengetat karena kenaikan bunga acuan BI Rate sejak setahun terakhir.
Akibatnya, likuiditas perbankan mengalami sedikit penurunan. Namun secara umum, kata Dian, likuiditas perbankan itu masih cukup memadai, dengan rasio AL/NCD 113,49 persen dan rasio AL/DPK 25,56 persen, di atas threshold.
“Berdasarkan hasil Survei Orientasi Bisnis Perbankan OJK (SBPO) triwulan III-2024, jumlah alat likuid perbankan itu pada akhir 2024 diproyeksikan meningkat, sehingga likuiditas perbankan tetap terjaga,” pungkas Dian.