Banyak Penghuni Apartemen Nunggak IPL, Kok Mau Dikenakan PPN

Ketua Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS) apartemen Royal Mediterania Garden (Jakarta) Yohanes menyatakan, rencana pemerintah mengenakan PPN terhadap service charge atau Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL) apartemen sangat tidak tepat.
Pasalnya, IPL adalah iuran atau urunan bersama warga penghuni apartemen untuk pemeliharaan dan perawatan semua bagian apartemennya.
Dana IPL tersebut dibayarkan PPPSRS kepada vendor yang berkerja di lingkungan apartemen sehingga operasional apartemen berjalan dengan baik.
Yohanes menyatakan, IPL bukan objek PPN, karena PPN dikenakan atas pertambahan nilai dari suatu transaksi. Sementara IPL adalah pengumpulan dana dari penghuni apartemen oleh PPPSRS.
“Jika penghuni menyetor IPL ke rekening bersama milik penghuni, apakah penyetoran tersebut merupakan penyerahan terhutang PPN?” tanya Yohanes dalam konferensi pers P3RSI bertajuk “PPPSRS Bersatu Tolak IPL Rumah Susun/Apartemen Kena PPN!” di Jakarta, Selasa (24/9/2024).
Ia berbicara bersama Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Indonesia (DPP P3RSI) Adjit Lauhatta dan sejumlah pengurus PPPSRS dari apartemen lain di Jakarta.
Yohanes menambahkan, jika kantor pajak mencari sumber baru pajak untuk setoran negara, sebaiknya dipertimbangkan lagi rencana pengenaan PPN atas IPL apartemen karena tidak tepat.
Yohanes menjelaskan, banyak tantangan dalam pengelolaan keuangan di apartemen. Salah satunya, warga selalu protes dan menentang kenaikan IPL, sehingga tarif IPL stagnan.
Sementara biaya operasional meningkat setiap tahun. Ditambah lagi kondisi apartemen yang sudah lama (umur di atas 10 tahun), perlu peremajaan yang butuh biaya banyak.
“Rencana kenakan PPN pada IPL apatemen, sebaiknya dikaji lagi lebih dalam. Jangan sampai buat keresahan dan ketidaknyamanan tinggal di apartemen. Carilah sumber PPN lain yang jelas-jelas mendapat nilai tambah dari transaksi barang dan jasa,” kata Yoehanes.
Ketua PPPSRS apartemen Mediterania Boulevard Residences (Jakarta) Kian Tanto juga menyatakan keberatannya, dan menolak jika pemerintah melalui Ditjen Pajak memaksakan IPL apartemen untuk pengelolaan dan perawatan benda bersama, tanah bersama, dan bagian bersama dikenai.
Kian mengaku, betapa sulitnya memenuhi kebutuhan operasional pengelolaan dan perawatan apartemen. Dana IPL sering tidak mencukupi untuk biaya operasional, sehingga pengurus harus mencari pendapatan lain-lain.
Seperti menyewakan ruang-ruang bagian bersama, benda bersama, space-space area komerial, BTS, ATM dan lain sebagainya.
Kian mengatakan, karena dana IPL tak mencukupi, untuk operasional dan perbaikan gedung yang biasanya menggunakan dana sink fund, terpaksa patungan dengan pemilik dan penghuni.
“Kami hampir tak punya dana cadangan (sink fund) yang mencukupi, sehingga ketika harus dilakukan pengecatan gedung atau perbaikan-perbaikan yang butuh biaya besar, dibagi rata dengan pemilik dan penghuni apartemen,” jelas Kian.
Baca juga: PPPSRS: Pengenaan PPN Terhadap IPL Apartemen adalah Pungli
Karena itu ia tidak bisa membayangkan kalau pemerintah menambah beban pemilik dan penghuni apartemen dengan PPN. Pengelolaan dan perawatan gedung terancam, yang akan lebih menyulitkan pemilik dan penghuni yang mengalami kesulitan ekonomi pasca pandemi.
“Di apartemen kami hanya sekitar 70 persen penghuni yang tertib membayar IPL. Sisanya sering nunggak karena alasan ekonomi. Pemilik dan penghuni yang punya tunggakan ini sangat sulit ditagih,” ungkap Kian.
Karena itu Kian menghimbau pemerintah sebelum mengenakan PPN terhadap IPL apartemen, melihat dulu kondisi lapangan. “Kasihan rakyat kondisi ekonominya banyak yang tidak baik-baik saja. Kalau IPL apartemen dibebani PPN lagi, kesulitan penghuni apartemen makin bertambah,” katanya.
Ketua PPPSRS CBD Pluit (Jakarta) Yus Heri juga menolak keras rencana pemerintah (Dirjen Pajak) mengenaikan PPN pada IPL apartemen, karena tidak tepat, tidak adil, dan tidak logis.
“Ini bentuk tidak konsistennya pemerintah dalam setiap kebijakan yang telah ditetapkan, dalam hal ini mendorong orang tinggal di rusun untuk mengatasi terbatasnya lahan yang terjangkau di perkotaan,” kata Yus.