Bank Indonesia Lansir Kalkulator Hijau untuk Mudahkan Hitung Emisi dari Kegiatan Ekonomi

Bank Indonesia (BI) memandang, stabilitas sistem keuangan (SSK) Indonesia pada semester I 2024 terjaga di tengah peningkatan tekanan eksternal seiring berlanjutnya ketidakpastian global.
Prospek intermediasi perbankan tetap kuat, dengan pertumbuhan kredit pada akhir tahun ini diprakirakan mencapai 10-12 persen, dan terus meningkat menjadi 11-13 persen tahun depan.
Demikian fokus utama buku Kajian Stabilitas Keuangan (KSK) No. 43, September 2024, bertema “Menjaga Resiliensi, Melanjutkan Momentum Pertumbuhan”, yang diluncurkan bersama Kalkulator Hijau di Jakarta, Rabu (2/10/2024).
Peluncuran dilakukan Deputi Gubernur BI Juda Agung, dan Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Nani Hendiarti.
Juda Agung menyatakan ada 3 tantangan SSK yang perlu menjadi perhatian bersama. Pertama, pergeseran lansekap perekonomian dunia sejalan dengan makin meredanya ketidakpastian kebijakan moneter negara maju, dan melambatnya tekanan inflasi global.
“Siklus keuangan global yang melonggar ini bisa kita manfaatkan untuk mendorong pembiayaan ekonomi, di tengah meningkatnya kebutuhan pembiayaan domestik,” kata Juda seperti dikutip keterangan tertulis BI, Kamis (3/10/2024), melalui Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso.
Baca juga: OJK Ingatkan Perbankan Risiko Sistemik Perubahan Iklim
Kedua, risiko operasional dari digitalisasi keuangan dalam bentuk ancaman siber, fraud, dan risiko dari layanan penyedia teknologi kritikal.
Ketiga, risiko perubahan iklim yang termaterialisasi menjadi risiko fisik dan risiko transisi. “Laporan
Risiko Global 2024 menunjukkan, risiko iklim merupakan risiko terbesar kedua dalam dua tahun ke depan, dan menjadi risiko terbesar dalam 10 tahun ke depan,” ujar Juda.
Karena itu BI bersinergi dengan Kemenko Marves menginisiasi Kalkulator Hijau sebagai langkah nasional mencapai target net zero emission.
“Kalkulator Hijau menyediakan pendekatan yang mudah dan sistematis dalam menghitung emisi dari aktivitas ekonomi, sekaligus membantu perusahaan memahami dan mengurangi dampak lingkungan dari aktivitasnya,” jelas Juda.
Terkait hal itu, Nani menyatakan pentingnya perbankan meningkatkan porsi pembiayaan rendah emisi. “Kalkulator Hijau menjadi media penghitungan dan pemantauan emisi karbon yang bisa digunakan perbankan dan pelaku usaha dalam upaya menuju keuangan berkelanjutan,” katanya.
Kalkulator Hijau akan mendorong partisipasi aktif perbankan dan pelaku usaha dalam pencapaian target National Determine Contribution (NDC) pada 2030 (32 persen reduksi CO2), dan Net Zero Emission pada 2060.
Dengan Kalkulator Hijau, perbankan dan pelaku usaha bisa melakukan pengukuran emisi karbon mengacu pada standar nasional, guna melihat tingkat keberhasilan mereka menuju transisi ekonomi hijau.
Versi awal Kalkulator Hijau akan mengukur emisi karbon dari pemakaian bahan bakar dan listrik. Ke depan ruang lingkup pengukuran emisi terus diperluas, mencakup seluruh aktivitas penghasil emisi sejalan dengan perkembangan global.
Kalkulator Hijau juga memudahkan perbankan dan dunia usaha dalam memenuhi kebutuhan pelaporan keberlanjutan (disclosure) yang diprasyaratkan regulator dan pasar global.
Tersedianya pelaporan berkelanjutan tersebut, pada akhirnya akan membuka akses lebih luas kepada investasi dan pendanaan hijau.
Peluncuran buku KSK dan Kalkulator Hijau dilanjutkan dengan seminar “Peran Keuangan Hijau dalam Mendukung Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia”.
Buku KSK No. 43 dapat diunduh dalam format digital melalui website Bank Indonesia. Sementara aplikasi Kalkulator Hijau dapat diunduh melalui AppStore dan Playstore secara gratis, dilengkapi buku panduan dan kertas kerja yang dapat diakses di situs BI.