PR Presiden Baru, Membenahi Kinerja Manufaktur yang Terus Merosot

Industri pengolahan atau manufaktur adalah tiang utama ekonomi sebuah negara, karena menciptakan nilai tambah yang tinggi dan menyerap banyak tenaga kerja.
Dari sisi lapangan usaha, manufaktur merupakan salah satu penyumbang terbesar pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Namun, selama tahun ini kinerja manufaktur Indonesia terus menurun kendati masih berada di zona ekspansi (indeks >50 persen).
Hal itu terlihat dari indeks Prompt Manufacturing Index Bank Indonesia (PMI-BI) triwulan III yang dipublikasikan beberapa hari lalu di lama resmi BI.
Pada triwulan III-2024 PMI-BI tercatat 51,54 persen. Menurun dibanding PMI triwulan II 2024 yang tercatat 51,97 persen. Artinya pelaku manufaktur mengurangi laju ekspansi usahanya.
Pada triwulan IV, BI memperkirakan penurunan kinerja industri pengolahan itu berlanjut kendati masih di zona ekspansi, dengan PMI 51,13 persen.
Pertumbuhan PMI-BI itu sejalan dengan perkembangan kegiatan manufaktur berdasarkan Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang tetap tumbuh, dengan saldo bersih tertimbang (SBT) 1,38 persen pada triwulan III-2024, namun menurun dibanding SBT triwulan II-2024 sebesar 1,65 persen.
Baca juga: Kontraksi Produksi di Industri Pengolahan Masih Berlanjut
Industri pengolahan tembakau tercatat paling ekspansif dengan indeks 59,83 persen. Diikuti industri barang galian bukan logam (56,81 persen), dan industri mesin dan perlengkapan (54,58 persen).
Kemudian industri alat angkutan (54,38 persen), industri karet, barang dari karet dan plastik (53,73 persen), dan industri furniture (52,85 persen).
Pada triwulan IV SBT kegiatan usaha industri pengolahan itu diperkirakan merosot makin dalam menjadi 0,80 persen.
Secara keseluruhan indeks PMI-BI sepanjang 2024 terus menurun. Kalau pada triwulan I tercatat 52,80 persen, triwulan II menjadi 51,97 persen, dan 51,54 persen pada triwulan III, dan diperkirakan kian menurun menjadi 51,13 persen pada triwulan IV.