Jangan Mimpi Ekonomi Bisa Tumbuh 8 Persen Kalau ICOR Masih 6

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pede pertumbuhan ekonomi 8 persen per tahun yang dicanangkan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, bisa dicapai dalam lima tahun ke depan.
Airlangga mengungkapkan keyakinan itu dalam Rapat Koordinasi Nasional Investasi 2024 di Jakarta pekan lalu, sebagaimana dikutip keterangan tertulis Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi, dan Persidangan
Kemenko Perekonomian Haryo Limanseto akhir pekan ini.
Menko Perekonomian menyebut, cara mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen itu masih sama dengan sebelumnya. Yaitu, dengan menggenjot konsumsi, meningkatkan investasi (asing dan domestik) dan ekspor.
Untuk itu pemerintah akan memperkuat kerja sama internasional, meningkatkan investasi berorientasi ekspor, mengakselerasi ekonomi digital, membangun eksosistem semikonduktor, melanjutkan transisi energi baru terbarukan, menggencarkan hilirisasi sumber daya alam, hingga terus mendorong pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
Menko Airlangga menyatakan, semua itu merupakan upaya meningkatkan produktivitas dari setiap investasi, supaya target pertumbuhan ekonomi 8 persen bisa dicapai. Ia mengakui ada hambatan serius dalam mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen tersebut.
Yaitu, angka ICOR Indonesia yang masih tinggi, di atas 6, tertinggi dibanding ICOR negara-negara ASEAN yang berkisar antara 3-4.
Incremental Capital Output Ratio (ICOR) adalah rasio yang menunjukkan besarnya tambahan investasi yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu unit output (produksi). ICOR juga dapat merefleksikan produktivitas modal yang ditanamkan, dan pertumbuhan ekonomi yang bisa dicapai dari investasi itu.
Makin kecil nilai ICOR, berarti makin produktif sebuah investasi dan makin efisien sebuah perekonomian. ICOR yang ideal berada di kisaran 3-4. Itu berarti untuk menghasilkan 1 persen pertumbuhan ekonomi, hanya dibutuhkan 3-4 persen tambahan investasi.
Dalam kasus Indonesia dengan ICOR 6,33 (BPS 2023), untuk menghasilkan 1 persen pertumbuhan ekonomi, diperlukan tambahan investasi sebesar lebih dari 6 kali.
Tingginya ICOR Indonesia itu dipengaruhi faktor internal seperti suku bunga tinggi, pembebasan lahan yang ribet dan mahal, korupsi, regulasi dan birokrasi yang ruwet, keterampilan (produktifitas) tenaga kerja yang rendah, dan biaya logistik yang mahal.
Baca juga: KSSK: Pertumbuhan Ekonomi 2025 Belum Beringsut dari 5 Persen
Airlangga menyatakan, saat ini investasi di Indonesia mencapai 30 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Namun, karena nilai ICOR 6, pertumbuhan ekonomi yang bisa dicapai dengan investasi sebesar itu stagnan di 5 persen (30:6) atau kurang.
“Sekarang investasi kita 30 persen dari PDB. Tapi karena ICOR 6, pertumbuhan ekonomi kita hanya lima persen. Kalau kita bisa tekan ICOR jadi 4, investasi (naik jadi) 32 persen, pertumbuhan ekonomi kita bisa 8 persen (32:4),” kata Airlangga.
Ia menyebutkan, ICOR yang tinggi itu karena masih kurangnya infrastruktur pendukung. Contoh, bendungan utama sudah terbangun untuk mendukung peningkatan produksi pangan.
Tapi saluran primer, sekunder, dan tersier belum tersambung sehingga para petani belum bisa optimal mengairi lahannya.
Artinya, produksi pangan tidak naik kendati sudah ada investasi besar dalam membangun bendungan. Contoh lain dari Airlangga, Pelabuhan Patimban di Subang (Jawa Barat) belum tersambung jalan tolnya.
Akibatnya distribusi barang dari dan ke pelabuhan masih melalui jalan lama, yang membuat biaya logistik masih mahal.
“Semua itu harus kita selesaikan. Kalau selesai, pemerintah optimis ICOR kita akan meningkat (jadi lebih kecil) dan ekonomi tumbuh lebih tinggi,” ujarnya.
Menko Perekonomian tidak menyebut faktor lain yang membuat ICOR tinggi itu seperti birokrasi yang lelet, regulasi dan perizinan yang ruwet, korupsi, dan bunga tinggi yang merefleksikan inefisiensi dalam perekonomian Indonesia.
Dalam catatan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi investasi di Indonesia sepanjang Januari—September 2024 mencapai Rp1.261,43 triliun.
Selama lima tahun ke depan (2024-2029) Indonesia melalui Bappenas menargetkan investasi sebesar Rp13.528 triliun. Khusus tahun 2025 saja, investasi itu ditargetkan mencapai Rp1.900 triliun.