Rupiah Masih Terus Melemah, Tapi BI Berani Pangkas BI Rate

Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) pada 14-15 Januari 2025 memutuskan memangkas bunga acuan BI-Rate sebesar 25 bps menjadi 5,75 persen.
Selain itu menurunkan suku bunga deposit facility (simpanan di bank sentral) sebesar 25 bps menjadi 5 persen, dan suku bunga lending facility (pinjaman di bank sentral) sebesar 25 bps menjadi 6,50 persen.
Keputusan BI itu terbilang berani, karena dilakukan saat nilai tukar rupiah terhadap dolar AS (USD) terus melemah hingga hari ini sudah di atas Rp16.300 per USD.
Jauh di bawah kurs rupiah akhir September 2024 yang tercatat sebesar Rp15.150. Sebelumnya banyak yang menduga, BI masih akan mempertahankan BI Rate demi menjaga stabilitas rupiah.
Peningkatan cadangan devisa yang signifikan pada Desember 2024 dan surplus neraca perdagangan Indonesia yang berlanjut selama 2024, tidak mampu menahan pelemahan rupiah.
Saat ini USD begitu kuat karena faktor Trump, data perekonomian AS yang positif, dan kebijakan bank sentral AS The Fed soal bunga acuan yang meleset dari prediksi.
Hasil RDG BI yang dipublikasikan Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso, Rabu (15/1/2025), menyatakan, keputusan BI memangkas BI Rate merupakan upaya mendorong pertumbuhan ekonomi.
Dengan bunga acuan yang lebih rendah, diharapkan bunga kredit juga akan lebih melandai yang selanjutnya mendorong aktivitas bisnis dan pertumbuhan ekonomi.
BI menyebut keputusan itu juga didasari prakiraan tetap rendahnya inflasi 2025 dan 2026 di sasaran 2,5±1%, dan terjaganya nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamental ekonomi untuk mengendalikan inflasi dalam sasaran.
Baca juga: BI Rate Tetap 6,00 Persen Demi Jaga Stabilitas Nilai Tukar Rupiah
Ke depan BI akan terus mengarahkan kebijakan moneter untuk menjaga inflasi dalam sasaran, dan nilai tukar yang sesuai dengan fundamental ekonomi, dengan tetap mencermati ruang untuk turut mendorong pertumbuhan ekonomi sesuai dinamika perekonomian global dan nasional.
Sementara kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran terus diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Kebijakan makroprudensial longgar ditempuh untuk meningkatkan kredit/pembiayaan perbankan kepada sektor-sektor prioritas pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja, termasuk UMKM dan ekonomi hijau.
Yaitu, melalui penguatan strategi Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) mulai Januari 2025, dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian.