Ekonomi Dunia Masih Gelap. Apakah Indonesia Juga? Begini Kata Gubernur BI

Divergensi (situasi yang bertentangan dalam) ekonomi dunia berlanjut, membuat ketidakpastian global tetap tinggi. Perekonomian Amerika Serikat (AS) diprakirakan tetap kuat, ditopang konsumsi rumah tangga seiring upah dan produktivitas yang tinggi serta perbaikan investasi.
Sementara ekonomi Eropa, Tiongkok, dan Jepang masih lemah, dipengaruhi permintaan domestik yang belum kuat serta kinerja eksternal yang menurun sejalan dengan perekonomian global yang melambat, dan dampak implementasi kenaikan tarif impor oleh AS.
Ekspansi ekonomi India juga tertahan akibat proses konsolidasi fiskal dan investasi yang belum kuat. “Dengan semua perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini diprakirakan mencapai 3,2 persen,” kata Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo saay menyampaikan hasl Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulanan BI di Jakarta, Selasa (19/2/2025).
Perry menjelaskan, ketidakpastian pasar keuangan global juga tetap tinggi, dipengaruhi oleh kebijakan tarif impor AS yang lebih cepat dan luas dari prakiraan, serta arah kebijakan bank sentral AS.
Pertumbuhan ekonomi dan inflasi AS yang tinggi, membuat ekspektasi penurunan bunga acuan bank sentral AS The Fed atau Fed Funds Rate (FFR) lebih terbatas.
Kebijakan fiskal AS yang lebih ekspansif juga mendorong imbal hasil (yield) surat utang pemerintah AS atau US Treasury Note tetap tinggi, meskipun sedikit menurun akibat meningkatnya permintaan investor global terhadap surat utang tersebut.
“Perkembangan tersebut menyebabkan besarnya preferensi investor global untuk menempatkan portofolionya ke AS. Indeks dolar AS pun masih tinggi dan menekan berbagai mata uang dunia termasuk rupiah,” ujar Perry.
Ketidakpastian global yang tetap tinggi itu, kata Perry, terus memerlukan respons kebijakan yang kuat sehingga dapat memitigasi dampak rambatannya, guna menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi domestik.
Baca juga: Konsumen Kompak Bilang, Ekonomi Makin Tidak Baik-Baik Saja
Dengan bahasa klise, Gubernur BI menyebut pertumbuhan ekonomi Indonesia masih baik, namun perlu terus didorong.
Pada triwulan IV 2024 tercatat 5,02 persen secara tahunan (yoy), meningkat dari 4,95 persen (yoy) pada triwulan III, sehingga secara keseluruhan pertumbuhan PDB 2024 mencapai 5,03 persen (yoy).
BI memprakirakan pertumbuhan ekonomi 2025 berada di kisaran 4,7–5,5% (yoy). Dipengaruhi terutama oleh prakiraan peningkatan investasi, terutama investasi nonbangunan.
Sementara konsumsi rumah tangga yang menjadi penyumbang terbesar pertumbuhan ekonomi (lebih dari 53 persen), kata Perry, juga perlu terus didorong sehingga makin menopang permintaan domestik.
Berbagai upaya memperkuat ekspor, juga perlu terus ditingkatkan guna memitigasi dampak melambatnya permintaan negara-negara mitra dagang utama Indonesia.
Bank Indonesia sendiri, tegas Perry, terus mengoptimalkan bauran kebijakannya untuk tetap menjaga stabilitas dan turut mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Stimulus kebijakan makroprudensial dan akselerasi digitalisasi transaksi pembayaran, diperkuat sehingga bersinergi dengan stimulus fiskal pemerintah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.
“Bank Indonesia mendukung penuh implementasi program Asta Cita pemerintahan (Prabowo Subianto), termasuk untuk pembiayaan ekonomi, digitalisasi, serta hilirisasi dan ketahanan pangan,” tutup Perry.