Sabtu, September 6, 2025
HomeNewsEkonomiNilai Tukar Rupiah Sudah Menyamai Kurs Saat Krismon 1998

Nilai Tukar Rupiah Sudah Menyamai Kurs Saat Krismon 1998

Bank Indonesia (BI) melalui Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Ramdan Denny Prakoso melaporkan, Jum’at (28/2/2025), nilai tukar rupiah pada akhir perdagangan Kamis, 27 Februari 2025, ditutup pada level (bid) Rp16.445 per dolar AS (USD).

Merosot 120 poin dibanding penutupan perdagangan Kamis pekan lalu yang tercatat di level Rp16.325 per USD. Kemerosotan kurs rupiah itu terjadi bersamaan dengan meningkatnya imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara (SBN) 10 tahun ke level 6,88 persen, menguatnya indeks dolar AS ke level 107,24, dan menurunnya yield surat utang pemerintah AS atau US Treasury Note (UST) 10 tahun ke level 4,260 persen.

Pada pembukaan perdagangan Jumat, 28 Februari 2025, kurs rupiah dibuka makin melemah ke level (bid) Rp16.520 per USD, untuk kemudian ditutup makin payah di akhir perdagangan ke level Rp16.575 per USD. Sudah menyamai kurs saat krisis moneter 1998. Kenaikan yield SBN 10 tahun ke level 6,93 persen tidak mampu menahan kemerosotan nilai tukar rupiah.

Kebijakan perdagangan Presiden AS Donald Trump masih disebut pengamat sebagai faktor utama pelemahan nilai tukar mata uang banyak negara termasuk rupiah. Kebijakan berupa pengenaan tarif masuk yang tinggi terhadap produk impor dari sejumlah negara seperti China, Kanada dan Meksiko itu makin meningkatkan ketidakpastian pasar keuangan global dan mendorong penguatan USD.

Faktor lain adalah keputusan bank sentral AS Federal Reserve (The Fed) yang menahan suku bunga acuannya (FRR), yang makin memperkuat nilai tukar USD. BI sendiri dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) medio Februari juga memutuskan mempertahankan bunga acuan BI Rate di level 5,75 persen sebagai upaya menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.

Baca juga: Banyak Berita Positif, Tapi Rupiah Tetap Melemah

Keputusan BI itu tetap tidak mampu menahan pelemahan nilai tukar rupiah. Antara lain karena menderasnya aliran keluar modal asing, dan melesatnya defisit transaksi berjalan Indonesia selama 2024, dari USD2 miliar atau 0,1 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) menjadi USD8,9 miliar atau 0,6 persen PDB.

Peningkatan defisit transaksi berjalan itu dipengaruhi oleh penurunan surplus neraca perdagangan barang, seiring melemahnya permintaan negara mitra dagang utama di tengah permintaan domestik yang tetap kuat.

BI sendiri memperkirakan defisit transaksi berjalan tahun ini akan berada di kisaran 0,5 hingga 1,3 persen PDB, lebih tinggi dari kisaran 2024, yang akan makin menekan nilai tukar rupiah.

Neraca transaksi berjalan terdiri dari neraca perdagangan barang dan jasa, serta neraca pendapatan primer (imbal hasil investasi) dan sekunder (seperti remitansi dari pekerja migran).

Berita Terkait

Ekonomi

Berita Terkini