HIMPERRA: Perluasan Batas Penghasilan MBR Akan Gairahkan Program 3 Juta Rumah

Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (HIMPERRA) Ari Tri Priyono, mendukung rencana Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman memperluas batas maksimal penghasilan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang berhak membeli rumah bersubsidi.
Saat ini batas penghasilan MBR yang berhak membeli rumah subsidi ditentukan maksimal Rp7-8 juta per bulan tergantung status (lajang atau sudah menikah), dan maksimal Rp10 juta khusus untuk wilayah Papua.
Menteri PKP Maruarar Sirait (Ara) berencana meningkatkan batas penghasilan MBR itu menjadi maksimal Rp12 juta untuk lajang, dan Rp 14 juta untuk yang sudah menikah. Terutama untuk pembelian rumah di kota-kota metropolitan seperti Jabodetabek. Untuk itu Menteri PKP akan segera berkoordinasi dengan Menteri Hukum untuk mensinkronkan regulasinya.
“Kebijakan itu akan makin memperluas peluang MBR mendapatkan rumah, mulai dari MBR dengan pendapatan Rp3 juta sampai maksimal Rp14 juta. Kebijakan ini sangat baik dan akan menggairahkan program 3 juta rumah. Karena itu Himperra mendukung kebijakan tersebut,” kata Ari kepada sejumlah awak media, di sela-sela Rapat Kerja Nasional (Rakernas) HIMPERRA 2025 di Yogyakarta, Jumat (18/4/2025), seperti dikutip keterangan tertulis Himperra.
Ari bahkan mengusulkan supaya ada skema baru rumah subsidi untuk kelompok sasaran berpenghasilan di atas Rp8 juta-Rp14 juta. Maksudnya supaya masyarakat yang selama ini ingin membeli rumah di atas harga patokan rumah MBR (Rp166-240 juta/unit tergantung wilayah), juga bisa menikmati insentif bunga murah.
“Suku bunga KPR-nya bisa 2-3 persen di atas suku bunga KPR subsidi yang berlaku saat ini. Kami yakin banyak yang tertarik. Misalnya, konsumen milenial pasti sangat tertarik, karena angsurannya terjangkau, cicilan flat, dan dapat rumah komersial yang secara lokasi, desain, dan kualitas lingkungan jauh lebih baik dari rumah MBR,” jelas pengembang dari Riscon Group itu.
Saat ini untuk rumah subsidi dengan skim Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), pemerintah menetapkan bunga KPR-nya 5 persen per tahun, fixed selama tenor KPR maksimal 20 tahun.
Selain perluasan batas penghasilan MBR, Himperra juga menyambut baik upaya Kementerian PKP meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperjelas aturan kredit bagi calon konsumen yang memiliki kredit non-lancar di Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK).
Pasalnya, selama ini kredit bermasalah yang tercatat di SLIK masih menjadi salah satu hambatan terbesar MBR untuk mendapatkan akses pembiayaan perumahan lewat perbankan.
“Kenyataan di lapangan, teman-teman pengembang mendapatkan hambatan (merealisasikan penjualan rumah subsidi), karena bank sulit menyetujui permohonan KPR calon pembeli yang berstatus rendah di SLIK. Padahal dalam aturan OJK, tak ada ketentuan yang melarang pemberian KPR kepada debitur yang punya kredit non-lancar di SLIK. Kami ingin ada solusi terhadap masalah ini,” tutup Ari.