Senin, Oktober 20, 2025
HomeNewsEkonomiMei PMI Manufaktur Indonesia Membaik Tapi Masih di Zona Kontraksi

Mei PMI Manufaktur Indonesia Membaik Tapi Masih di Zona Kontraksi

Manufaktur atau industri pengolahan adalah penopang utama perekonomian Indonesia selain pertanian dan perdagangan. Pasalnya manufaktur menciptakan lapangan kerja formal, memberikan nilai tambah tinggi terhadap perekonomian, dan menyerap banyak tenaga kerja.

Karena itu perkembangan manufaktur selalu mendapat sorotan, antara lain melalui Purchasing Managers’ Index (PMI) yang dilansir lembaga rating S&P Global secara berkala.

PMI adalah indikator kondisi manufaktur, yang didapat dari survei bulanan terhadap manajer pembelian (purchasing) di industri pengolahan.

PMI ekspansi (indeks >50) menunjukkan manufaktur bergairah karena permintaan meningkat, yang selanjutnya menaikkan produksi dan kebutuhan terhadap tenaga kerja.

Karena penjualan meningkat dan stok berkurang, perusahaan meningkatkan pembelian bahan baku dan lain-lain yang tercermin dari ekspansi PMI.

PMI kontraksi (indeks <50) menunjukkan sebaliknya. Manufaktur melesu karena permintaan menurun, yang selanjutnya menurunkan produksi dan kebutuhan terhadap tenaga kerja.

Karena penjualan menurun dan stok tidak berkurang, perusahaan mengurangi pembelian bahan baku dan lain-lain yang tercermin dari kontraksi PMI.

Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Febri Hendri Antoni Arief dalam sebuah keterangan menyatakan, PMI adalah survei persepsi yang menunjukkan tingkat keyakinan (optimis atau pesimis) pelaku manufaktur dalam menjalankan usahanya.

Melalui keterangan tertulis, Senin (2/6/2025), Febri menyatakan, pada Mei 2025 industri manufaktur dalam negeri masih mengalami tekanan di tengah dinamika ekonomi global dan banjir produk jadi impor ke Indonesia.

Tercermin pada PMI manufaktur Indonesia pada Mei 2025 yang masih berada di fase kontraksi dengan indeks 47,4 (<50). Namun, PMI manufaktur Mei 2025 itu membaik dibanding April yang berada di level 46,7, kendati belum kembali ke fase ekspansi.

Pada Maret 2025 PMI manufaktur Indonesia masih berada di zona ekspansi dengan indeks 52,4 sebelum anjlok 5,7 poin menjadi 46,7 pada April 2025. Kemerosotan PMI April 2025 itu tercatat paling dalam dibanding negara-negara peers (setara Indonesia).

Selain Indonesia, negara yang PMI-nya juga mengalami kontraksi pada Mei 2025 adalah Vietnam (49,8), Myanmar (47,6), Prancis (49,5), Jepang (49,0), Jerman (48,8), Taiwan (48,6), Korea Selatan (47,7), dan Inggris (45,1).

Baca juga: Penjualan Merosot, Manufaktur Indonesia Nyungsep, Kembali ke Zona Kontraksi

Febri menyatakan, penyebab PMI Indonesia masih berada di zona kontraksi itu masih sama: penurunan pesanan baru, karena lesunya permintaan pasar termasuk pasar ekspor khususnya ke Amerika Serikat karena dampak tarif Trump. Dampak lebih jauh menurunnya produksi dan pengurangan pembelian bahan baku dll.

Penyebab lain, pengiriman ekspor terkendala sulitnya mendapatkan kapal pengangkut dan pengaruh cuaca buruk, serta harga bahan baku yang terus naik. “Ini yang membuat industri kita tidak berdaya saing dengan kompetitor, karena harga jual kompetitor juga tidak naik, terjadilah efisiensi,” kata Febri.

Namun S&P Global melaporkan, para pelaku industri masih pede di tengah masa sulit saat ini. Mereka menilai kondisi sulit akan berlalu secepatnya dan kinerja industri kembali membaik.

Kepercayaan diri para pelaku industri itu, terlihat dari upaya mereka yang masih berkomitmen menambah jumlah tenaga kerja. Bahkan, peningkatan jumlah tenaga kerja itu telah terjadi selama enam bulan belakangan, sebagai persiapan menghadapi permintaan yang diyakini akan kembali pulih.

Usamah Bhatti, ekonom S&P Global Market Intelligence mengemukakan, kinerja manufaktur Indonesia mengalami penurunan karena merosotnya permintaan baru dalam empat tahun terakhir. Hal itu menyebabkan penurunan volume produksi.

“Ekspor juga terus menurun. Karena itu perusahaan berupaya menyesuaikan inventaris dan tingkat pembelian. Namun pelaku manufaktur yakin periode penurunan ini akan berlalu. Karena itu mereka menaikkan tingkat ketenagakerjaan, karena percaya diri terkait perkiraan 12 bulan mendatang output (produksi) akan menguat,” jelasnya.

Febri menyebutkan, sampai triwulan satu 2025, ada 359 manufaktur yang melapor sedang dalam proses pembangunan fasilitas produksi dengan serapan tenaga kerja sebanyak 97.898 orang.

Angka tersebut lebih tinggi dibanding jumlah PHK di semua sektor termasuk manufaktur yang disampaikan pihak lain ke publik. “Pembangunan fasilitas produksi itu merupakan bukti, ada optimisme tinggi dari sisi serapan tenaga kerja di manufaktur Indonesia,” ujar Febri.

Berita Terkait

Ekonomi

Program Magang Berbayar Dibuka Lagi November, Kali Ini Untuk 80 Ribu Sarjana/Diploma

Pemerintah melalui Menko Perekonomian Airlangga Hartarto sudah meresmikan peluncuran...

Senin Besok Penyaluran BLT Rp900.000/KK untuk 35 Juta KK Dimulai

Untuk mendongkrak daya beli masyarakat sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi,...

Menko Airlangga: Bisa Jaga Pertumbuhan 5 Persen Per Tahun, Indonesia Jadi Negara Bright Spot

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut satu tahun...

Berita Terkini