Sabtu, September 6, 2025
HomeNewsEkonomiKetidakpastian Makin Tinggi, Tapi Selama Juni Kurs Rupiah Menguat ​

Ketidakpastian Makin Tinggi, Tapi Selama Juni Kurs Rupiah Menguat ​

Ketidakpastian situasi global menyusul konflik bersenjata Israel-Iran, bukan hanya membuat indeks pasar saham Indonesia kembali merosot ke bawah 7.000, namun juga terus memperlemah rupiah.

Eskalasi ketegangan di Timur Tengah yang makin tinggi itu, kata para pengamat, membuat investor portofolio was-was dan menarik investasinya di Indonesia.

Mengutip keterangan resmi Bank Indonesia (BI) akhir pekan ini (20/6/2025), pada akhir perdagangan Kamis, 19 Juni 2025, nilai tukar rupiah ditutup pada level (bid) Rp16.390 per dolar AS (USD). Merosot 160 poin dibanding Kamis pekan lalu yang tercatat di level Rp16.230.

Pelemahan rupiah itu seiring dengan penguatan indeks dolar (DXY) ke level 98,91 dan penurunan imbal hasil (yield) surat utang pemerintah AS atau US Treasury (UST) Note 10 tahun ke level 4,391 persen.

Kenaikan yield Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun terbitan pemerintah Indonesia ke level 6,73 persen, tidak cukup kuat menahan pelemahan rupiah.

Pada awal perdagangan Jum’at, 20 Juni 2025, kurs tengah rupiah di pasar uang antar bank di Jakarta (Jisdor) dibuka pada level (bid) Rp Rp16.355 per USD, menguat 35 poin dibanding penutupan sehari sebelumnya.

Baca juga: Modal Asing Masuk Rp5,2 Triliun, Tapi Tidak Perkuat Rupiah Karena Eskalasi Ketegangan Israel-Iran

Penguatan tipis rupiah terhadap USD itu terjadi bersamaan dengan kenaikan yield SBN 10 tahun ke level 6,75 persen. Namun, pada akhir perdagangan nilai tukar rupiah kembali melemah ke level Rp16.399 per USD.

Nilai tukar rupiah pada akhir perdagangan Jumat, 20 Juni 2025, itu merosot 106 poin dibanding akhir perdagangan Jumat pekan lalu yang tercatat di level Rp16.293.

BI sendiri menyatakan, nilai tukar rupiah terhadap USD pada Juni 2025 (hingga 17 Juni 2025) menguat 0,06 persen dibanding akhir Mei.

Penguatan rupiah juga terjadi terhadap kelompok mata uang negara berkembang mitra dagang utama Indonesia, dan kelompok mata uang negara maju di luar USD.

Hal itu dipengaruhi oleh kebijakan stabilisasi BI, serta aliran masuk modal asing terutama ke SBN, dan pasokan valas dari residen khususnya korporasi, sejalan dengan kenaikan konversi valas ke rupiah oleh eksportir pasca implementasi kebijakan Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) yang baru. Investor asing portofolio sampai 19 Juni tercatat mengekep SBN (beli neto) sebesar Rp44,93 triliun.

“Seluruh instrumen moneter terus dioptimalkan, termasuk penguatan strategi operasi moneter pro-market melalui optimalisasi instrumen SRBI (Sekuritas Rupiah BI), SVBI (valas), dan SUVBI (sukuk valas), untuk memperkuat efektivitas kebijakan dalam menarik aliran masuk investasi asing portofolio asing dan mendukung stabilitas rupiah,” tulis hasil Rapat Dewan Gubernur BI yang dirilis medio pekan ini.

Berita Terkait

Ekonomi

Berita Terkini