Sabtu, September 6, 2025
HomeNewsEkonomiDolar Makin Ditinggalkan, Rupiah Makin Menguat

Dolar Makin Ditinggalkan, Rupiah Makin Menguat

Dolar Amerika Serikat (AS) makin ditinggalkan para pemilik uang, beralih ke instrumen yang dianggap lebih aman (safe haven) seperti emas, mata uang negara kuat non AS, properti, surat utang (obligasi) pemerintah.

Tercermin antara lain dari penurunan indeks dolar atau DXY (indeks dolar AS dibanding 6 mata uang negara utama lainnya) menjadi 97,68 akhir pekan ini, dibanding 98,91 akhir pekan lalu. Sebelumnya DXY selalu di atas 100.

Laporan Bank Dunia bertajuk “Indonesia Economic Prospect Juni 2025” yang diluncurkan di Jakarta, Senin (23/6/2025), mengakui hal itu.

Menurut laporan itu, orang-orang kaya termasuk di Indonesia, melepas dolar AS dan mengalihkan duitnya ke instrumen emas dan properti.

Terutama karena meningkatnya ketidakpastian akibat perang dagang yang dikobarkan AS dan eskalasi geopolitik yang memanas di Timur Tengah. Karena itu harga emas melonjak, demikian juga penyaluran kredit pemilikan rumah/apartemen (KPR/KPA).

Perkembangan itu berdampak terhadap nilai tukar rupiah. Menurut laporan Bank Indonesia (BI), pada akhir perdagangan Rabu, 25 Juni 2025, rupiah ditutup pada level (bid) Rp16.285 per dolar AS (USD). Menguat dibanding akhir perdagangan Kamis pekan lalu di level Rp16.390 per USD.

Baca juga: Ketidakpastian Makin Tinggi, Tapi Selama Juni Kurs Rupiah Menguat ​

Penguatan rupiah itu terjadi pada saat imbal hasil atau yield Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun turun ke level 6,67 persen, dan yield surat utang pemerintah AS atau US Treasury (UST) Note 10 tahun turun ke level 4,291 persen.

Pada pagi hari Kamis, 26 Juni 2025, rupiah dibuka makin menguat ke level (bid) Rp16.270 per USD, dan ditutup makin kuat di level Rp16.233. Penguatan rupiah berlangsung saat yield SBN 10 tahun makin turun ke level 6,63 persen.

Bandingkan dengan nilai tukar rupiah pada awal dan akhir perdagangan Jumat pekan lalu, 20 Juni 2025, yang tercatat di level Rp16.355 dan Rp16.399 per USD.

Berita Terkait

Ekonomi

Berita Terkini