Kredit Lesu, Penyaluran Insentif Likuiditas BI Stagnan

Hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) 15-16 Juli 2025 yang dirilis akhir pekan ini menyatakan, BI masih akan terus mencermati ruang penurunan bunga acuan (BI Rate), guna mendorong penurunan bunga bank dan peningkatan penyaluran kredit untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Sepanjang tahun ini hingga Juli, BI sudah memangkas BI Rate tiga kali. Terakhir pada 16 Juli 2025 sebesar 25 bps menjadi 5,25 persen.
Sementara kebijakan makroprudensial akomodatif terus dioptimalkan untuk mendorong peningkatan penyaluran kredit, penurunan bunga bank, dan fleksibilitas pengelolaan likuiditas perbankan guna mendorong aktivitas ekonomi.
Sepanjang tahun ini hingga medio Juli, penyaluran kredit perbankan terus menurun. Pada Juni 2025 hanya tumbuh 7,77 persen secara tahunan (yoy), dibanding Mei 2025 sebesar 8,43 persen (yoy).
“Bunga kredit perbankan juga masih tinggi, rata-rata sebesar 9,16 persen pada Juni 2025 dibanding 9,18 persen pada Mei 2025,” tulis RDG BI tersebut.
Padahal, likuiditas perbankan sangat baik. Tercermin dari penghimpunan simpanan masyarakat atau dana pihak ketiga (DPK) yang meningkat menjadi 6,96 persen (yoy) pada Juni 2025, dibanding 3,9 persen (yoy) pada Mei 2025.
Apalagi, untuk mendorong penyaluran kredit perbankan itu, BI juga memberikan insentif likuiditas melalui Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM), sehingga bank-bank makin leluasa menyalurkan kredit.
Namun, karena terus menurunnya penyaluran kredit, dan likuiditas yang melimpah, selama tiga bulan terakhir realisasi penyaluran insentif likuiditas itu ke perbankan praktis stagnan, hanya bertambah Rp6 triliun.
Pada minggu kedua April 2025, BI sudah menyalurkan insentif KLM senilai Rp370,6 triliun. Meningkat Rp78,3 triliun dari minggu keempat Maret 2025 sebesar Rp292,3 triliun.
Peningkatan pesat itu menyusul kebijakan BI menaikkan KLM dari paling besar 4 persen menjadi sampai dengan 5 persen dari simpanan masyarakat atau DPK (dana pihak ketiga) perbankan, per 1 April 2025.
Khusus sektor perumahan, insentif KLM medio April itu meningkat Rp84,0 triliun dari minggu keempat Maret 2025, seiring implementasi penguatan KLM pada 1 April 2025 tersebut.
Baca juga: BI Naikkan Insentif Likuiditas untuk Sektor Perumahan Jadi 5 Persen Mulai 1 April 2025
Namun, 2 bulan setelah itu atau hingga minggu kedua Juni 2025, penyaluran insentif KLM hanya bertambah Rp2 triliun menjadi Rp372 triliun, dan hingga minggu pertama Juli 2025 menjadi Rp376 triliun atau hanya bertambah Rp4 triliun dibanding medio Juni 2025.
Dengan demikian selama 3 bulan terakhir, penyaluran insentif KLM dari BI ke perbankan hanya bertambah Rp6 triliun.
Insentif likuiditas Rp376 triliun pada minggu pertama Juli 2025, disalurkan kepada kelompok bank BUMN sebesar Rp167,1 triliun, bank swasta (BUSN) Rp166,7 triliun, BPD Rp36,8 triliun, dan bank asing (KCBA) Rp5,8 triliun.
Insentif KLM disalurkan ke sektor-sektor prioritas yang berkontribusi tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja.
Yaitu, sektor pertanian, real estate, perumahan rakyat, konstruksi, perdagangan dan manufaktur, transportasi, pergudangan, pariwisata dan ekonomi kreatif, serta UMKM, ultra Mikro, dan ekonomi hijau.