Menkeu: Tugas Berat, Harus Mencapai Target di 2 Sisi yang Ekstrim

Rapat Kerja (Raker) Komisi XI DPR engan Pemerintah yang dihadiri oleh Menteri Keuangan (Menkeu), Menteri PPN/Kepala Bappenas, Gubernur Bank Indonesia, dan Ketua Dewan Komisioner OJK, akhir pekan lalu (22/8/2025), menyepakati asumsi dasar ekonomi makro untuk Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026.
Yaitu, pertumbuhan ekonomi 5,4 persen, inflasi 2,5 persen, nilai tukar rupiah Rp16.500 per USD, bunga SBN 10 tahun 6,9 persen, pengangguran terbuka 4,44-4,96 persen, kemiskinan ekstrim 0-0,5 persen, gini ratio 0,377-0,380, dan indeks kesejahteraan petani 0,7731.
Untuk mencapai target-target tersebut, konsumsi rumah tangga diproyeksikan tumbuh 5,2 persen, dan konsumsi pemerintah 4,3 persen. Sementara investasi diharapkan tumbuh 5,2 persen, dengan sektor ekspor dan impor masing-masing diharapkan tumbuh 6,7 persen dan 7,2 persen.
“Kami akan terus menjaga komunikasi dengan Komisi XI dan Badan Anggaran, sehingga RAPBN 2026 bisa ditetapkan menjadi Undang-undang APBN 2026,” kata Menkeu Sri Mulyani Indrawati di akhir raker, sebagaimana dikutip keterangan tertulis Kemenkeu.
Menurut Menkeu, pertumbuhan ekonomi 5,4 persen tahun depan, yang lebih tinggi daripada tahun ini sebesar 5,2 persen, merupakan langkah awal yang sangat penting dan strategis untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen.
Baca juga: Pemerintah Pede Targetkan Pertumbuhan Ekonomi 5,4 Persen Tahun Depan
Target yang lebih tinggi itu akan dicapai dengan penuh kehati-hatian. “Kita tahu dalam target yang tinggi selalu ada apa yang disebut baseline dan downside risk, sehingga kita mampu menjaga momentum pertumbuhan tanpa kehilangan kredibilitasnya, dan tetap ditopang langkah-langkah yang konsisten untuk mencapainya,” terang Menkeu.
Untuk itu Kemenkeu akan bekerja sama erat dengan seluruh anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), dengan fokus utama menciptakan kondisi ekonomi yang tidak hanya stabil, tapi juga bisa menstimulasi pertumbuhan.
Langkah konkret yang ditempuh meliputi diversifikasi instrumen fiskal dari sisi belanja negara, pembiayaan, juga instrumen dari sisi penerimaan seperti pajak, untuk memacu pertumbuhan ekonomi.
“Jadi, tugas kami memang berat (karena berada) di dua sisi yang sangat ekstrem. Di satu sisi menaikkan penerimaan pajak, di sisi lain mendukung iklim investasi untuk terciptanya growth yang lebih tinggi. Ini akan kami jaga secara hati-hati, balance antara dua tujuan yang sama sekali berbeda,” pungkas Menkeu.